Satu malam dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadan ini selalu dinantikan seluruh umat Islam yang sedang menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan.
Kedua peristiwa penting tersebut sekaligus menjadi momen dimana Allah memberikan keberkahan dan keutamaan nilai lailatul qadar.
ALLAH SWTmenganugerahkan satu malam utama dalam bulan Ramadan yakni malam lailatul qadar. Lailatul qadar sendiri merupakan malam yang memiliki nilai ibadah lebih tinggi dibanding malam dari seribu bulan (QS. Al-Qadr: 3).
Satu malam dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadan ini selalu dinantikan seluruh umat Islam yang sedang menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan.
Meskipun secara pasti tidak dapat diketahui malam Ramadan itu sebagai moment Lailatul qadar, namun diisyaratkan lailatul qadar berada dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Dalam hadits Rasulullah SAW menyebutkan beberapa tanda datangnya malam lailatul qadar dengan kondisi suasana malam yang tidak begitu panas, juga tidak terlalu dingin, saat di pagi harinya sinar matahari tidak terlalu cerah dan kemerah-merahan (HR. Imam al- Baihaqi).
Ada dua peristiwa penting yang terjadi dalam malam lailatul qadar seperti yang disebutkan dalam alquran, yakni malam turunnya alquran (Qs. Al-Qadar: 1) dan malam turunnya para malaikat ke bumi dengan membawa kebaikan, rahmat, dan keberkahan (Qs. Al- Qadr: 4).
Kedua peristiwa penting tersebut sekaligus menjadi momen dimana Allah memberikan keberkahan dan keutamaan nilai lailatul qadar.
Turunnya para malaikat akan mendoakan dan mengucap salam kepada siapapun hamba Allah yang sedang berdzikir mengingat Allah di malam penuh berkah tersebut, sejak terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar (HR. Imam al-Baihaqi).
Keutamaan lainnya dari malam lailatul qadar bahwa Allah memberikan keberkahan (Qs. Al-Dukhan: 3) dan keselamatan dari segala hal yang bersifat keburukan bagi hamba-Nya yang sedang beribadah dan berdzikir kepada Allah (QS. Al-Qadar: 5).

Masih sebagai keutamaan lailatul qadar, yakni bahwa pada malam tersebut Allah menentukan bagaimana takdir manusia satu tahun ke depan. Pada malam itu Allah menentukan segala urusan manusia dengan penuh hikmah (Qs. Al-Dukhan: 4).
Karena itulah, menjadi momen manusia melakukan yang terbaik dengan harapan akan diberikan takdir yang baik satu tahun ke depan.
Keutamaan lainnya adalah bahwa lailatul qadar menjadi malam yang penuh dengan pengampunan Allah swt (HR. Bukhari). Hal ini akan menjadi peluang besar bagi umat
Islam untuk beribadah dan memohon ampunan sehingga pintu pengampunan Allah akan terbuka lebar.
Karena kemuliaan dan keutamaannya itulah menjadikan lailatul qadar moment yang dinantikan umat Islam yang taat dan sangat berharap mendapatkan kemuliaan dan keberkahannya.
Fenomena tersebut dapat dilihat di berbagai masjid atau mushala yang tampak lebih marak jamaah karena besar harapannya untuk meraih keberkahan lailatul qadar yang kehadirannya ditandai sebagaimana yang telah diisyaratkan Rasulullah saw.
Ada satu hal yang penting untuk bisa dipetik dari fenomena relijiusitas umat Islam merespon kehadiran lailatul qadar, yakni bahwa momen lailatul qadar bagi umat Islam adalah momen untuk merajut sebuah harapan akan limpahan kasih sayang (rahmat), pengampunan, dan segala kebaikan dari Allah swt.
Meskipun rahmat, pengampunan, dan kebaikan Allah swt hakekatnya selalu hadir dan mengiringi kehidupan manusia, namun manusia itu sendiri yang seringnya melupakan dan tidak merasakannya, sehingga tidak jarang manusia mengalami kegundahan dan ketidaktenangan diri akibat tidak merasakan kehadiran Allah swt yang senantiasa dekat dengan hamba-Nya.

Allah memberikan satu malam yang utama dan mulia di bulan Ramadan dapat dimaknai juga sebagai kemurahan Allah yang memberikan peluang emas kepada hamba-Nya untuk mengingat dan membangun kembali kesadaran diri yang utuh.
Kesadaran diri yang utuh merefleksi pada adanya rasa kebutuhan untuk melakukan perjumpaan diri dengan Allah secara totalitas penuh kepasrahan di hadapan Allah SWT.
Karena dalam kondisi totalitas dan kepasrahan diri itulah akan merasakan hakekat jatidiri manusia dalam relasi sucinya dengan Allah SWT.
Sementara nilai keberkahannya terletak pada refleksi aktualisasi perbaikan diri dan berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sebagai buah dari perilaku ibadah yang dilakukan dengan keikhlasan dan kepasrahan diri kepada Allah melalui ibadah yang dilakukan di malam lailatul qadar.
Lailatul qadar menghadirkan sebuah harapan bagi umat Islam untuk memaknai keberadaannya.
Pertama, ada yang ingin diraih pada lailatul qadar yakni keberkahan dari ibadah dalam bentuk penyerahan diri di hadapan Allah swt, terbangunya kesadaran diri yang utuh sebagai hamba yang memiliki relasi suci dengan Allah swt, dan kesadaran diri untuk menjadikan hidup yang bermakna dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Kedua, kesadaran diri akan dorongan untuk mendapatkan kemuliaan dan keberkahan lailatul qadar, yang tidak hanya berhenti beribadah pada malam tersebut saja, tetapi keberkahan itu juga meluas untuk perbaikan diri di hari-hari ke depannya.
Kesadaran tersebut melahirkan upaya untuk berproses menemukan jalan agar dapat mencapai apa yang ingin diraih melalui beribadah dan berdzikir di malam lailatul qadar.
Ada berbagai cara dan upaya yang dapat dilakukan sebagai amal kebaikan berbasis mengingat Allah swt (dzikrullah).

Ketiga, kesadaran diri akan mengantarkan seseorang untuk membangun komitmen dan motivasi diri yang kuat sehingga mampu menggerakkan kehendak kuatnya untuk melakukan apa yang memang yang seharusnya dilakukan.
Daya gerak ini yang akan menjadi energi positif untuk menjadikan sebuah harapan sebagai sesuatu yang realistis, tidak menjadikan harapan sebagai sebuah angan-angan tanpa adanya komitmen dan tindakan untuk mencapai nilai keberkahan lailatul qadar.
Malam penuh berkah yang dilalui dengan banyak beribadah, seperti berdzikir, membaca ayat suci alquran, shalat malam, tidak semata-mata untuk mengejar pahala dan keberkahan yang bersifat simbolik, tetapi penting untuk memahami hakekat makna keutamaan atau kemuliaan itu sendiri.
Nilai keutamaan dan kemuliaan terletak pada sebuah kesadaran diri yang utuh yang akan menata jiwa, pikiran, dan rasa secara seimbang sehingga akan merefleksi dalam keseimbangan sikap dan tingkah laku yang berbasis nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Jika lailatul qadar hanya dimaknai untuk mengejar pahala, keberkahan yang fokusnya pada kebaikan untuk diri secara lahiriyah saja, maka hal tersebut hanya akan jatuh sebagai sebuah nafsu belaka.
Atau hanya akan menjadi manusia pragmatis yang hanya memikirkan beribadah untuk mendapatkan balasan kebaikan bagi diri dan kehidupannya sendiri. Lailatul qadar hanya akan menjadi ajang berlomba ibadah yang tanpa makna.
Oleh karenanya, pemaknaan keutamaan dan kemuliaan lailatul qadar perlu untuk dipahami umat Islam untuk menjadikan nilai keutamaan yang komprehensif.
Pencapaian pengalaman spiritual lailatul qadar menjadi puncak pengalaman yang hakiki melalui pengondisian diri yang seimbang baik dalam perilaku ibadah secara lahiriah, maupun tertanam dalam hati, pikiran, dan jiwa (kehendak diri) yang berperan mengalami sebuah pengalaman spiritual relijius dari momen lailatul qadar.
Keberkahan itu akan dirasakan di saat jiwa yang selalu tertanam sebuah harapan akan datangnya Rahmat Allah menjadi penggerak positif diri untuk mencapai sebuah ketenangan dan kedamaian batiniyah. Wallaahu a’lam bil shawab. (*)
