Kamis, 20 November 2025

Allah memberikan satu malam yang utama dan mulia di bulan Ramadan dapat dimaknai juga sebagai kemurahan Allah yang memberikan peluang emas kepada hamba-Nya untuk mengingat dan membangun kembali kesadaran diri yang utuh.

Kesadaran diri yang utuh merefleksi pada adanya rasa kebutuhan untuk melakukan perjumpaan diri dengan Allah secara totalitas penuh kepasrahan di hadapan Allah SWT.

Karena dalam kondisi totalitas dan kepasrahan diri itulah akan merasakan hakekat jatidiri manusia dalam relasi sucinya dengan Allah SWT.

Sementara nilai keberkahannya terletak pada refleksi aktualisasi perbaikan diri dan berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sebagai buah dari perilaku ibadah yang dilakukan dengan keikhlasan dan kepasrahan diri kepada Allah melalui ibadah yang dilakukan di malam lailatul qadar.

Lailatul qadar menghadirkan sebuah harapan bagi umat Islam untuk memaknai keberadaannya.

Pertama, ada yang ingin diraih pada lailatul qadar yakni keberkahan dari ibadah dalam bentuk penyerahan diri di hadapan Allah swt, terbangunya kesadaran diri yang utuh sebagai hamba yang memiliki relasi suci dengan Allah swt, dan kesadaran diri untuk menjadikan hidup yang bermakna dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Kedua, kesadaran diri akan dorongan untuk mendapatkan kemuliaan dan keberkahan lailatul qadar, yang tidak hanya berhenti beribadah pada malam tersebut saja, tetapi keberkahan itu juga meluas untuk perbaikan diri di hari-hari ke depannya.

Kesadaran tersebut melahirkan upaya untuk berproses menemukan jalan agar dapat mencapai apa yang ingin diraih melalui beribadah dan berdzikir di malam lailatul qadar.

Ada berbagai cara dan upaya yang dapat dilakukan sebagai amal kebaikan berbasis mengingat Allah swt (dzikrullah).

Komentar

Terpopuler