Meski telah mereda setelah tokoh tersebut meminta maaf dan mundur dari jabatannya di pemerintahan, namun riak-riak dari tindakan tak terpujinya masih tersisa.
Dalam Islam sendiri, Allah telah memperingatkan agar tidak mengolok-olok orang lain. Bahkan, umat Islam juga dilarang memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk.
Murianews, Kudus – Belakangan ini ramai pemberitaan seorang tokoh agama di Indonesia yang mengolok-olok seorang pedagang. Bahkan videonya ramai beredar di sejumlah platform media sosial.
Meski telah mereda setelah tokoh tersebut meminta maaf dan mundur dari jabatannya di pemerintahan, namun riak-riak dari tindakan tak terpujinya masih tersisa.
Bahkan, beberapa rekam jejak digital aksi tak terpuji dari sang tokoh kembali diungkit-ungkit warganet. Salah satunya menghina seorang seniman veteran dengan sebutan tak pantas.
Dalam Islam sendiri, Allah telah memperingatkan agar tidak mengolok-olok orang lain. Bahkan, umat Islam juga dilarang memanggil seseorang dengan panggilan yang buruk.
Itu sebagaimana dalam firman Allah di Surat Al Hujurat ayat 11 yang artinya:
’’Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok),
dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.’’
Maknanya...
Menurut Tafsir Wajiz sebagaimana dikutip di laman NU Online, dalam ayat ini Allah menjelaskan setiap mukmin adalah bersaudara.
Ayat ini menjelaskan tuntunan untuk tidak saling mengolok-olok, mencela, dan memanggil dengan julukan yang buruk agar persaudaraan itu tetap terjaga.
Sebab, seburuh-buruk panggilan kepada orang-orang mukmin adalah bila mereka disebut orang-orang fasik sesudah mereka dahulu disebut sebagai golongan yang yang beriman.
Dan barangsiapa tidak bertobat, setelah melakukan kefasikan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim kepada diri sendiri dan karena perbuatannya itu maka Allah menimpakan hukuman atasnya.
Hal serupa juga diterangkan dalam Tafsir Tahlili. Di mana, Allah melarang kaum mukmin untuk mencela atau mengolok-olok orang lain.
Semuanya harus dipandang satu tubuh dalam ikatan kesatuan dan persatuan. Allah juga melarang memanggil dengan panggilan buruk dengan kata-kata seperti hai kafir, hai fasik.
Sebuah hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim dari an-Nu‘man bin Basyir memperumpamakan orang-orang mukmin itu seperti tubuh yang satu. Bila salah satu anggota badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam dan terganggu pula.
Allah Memandang Hati dan Perbuatan...
Kemudian, hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah juga menyatakan sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan perbuatanmu.
Hadis ini mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan memastikan kebaikan atau keburukan seseorang semata-mata karena melihat kepada perbuatannya saja.
Sebab, ada kemungkinan seseorang tampak mengerjakan kebajikan, padahal Allah melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela.
Sebaliknya pula mungkin ada orang yang kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah melihat dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorongnya bertobat dari dosanya.
Maka perbuatan yang tampak di luar itu, hanya merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai ke tingkat meyakinkan.
