Nuzulul Quran mengajarkan kita untuk memperkuat ikatan sosial melalui nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Hal ini menyebabkan munculnya spirit ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana tidak hanya soal kesiapan fisik, tetapi juga kesiapan mental dan spiritual.
Akhirnya, kita perlu menyadari bahwa Nuzulul Quran bukan hanya sekadar perayaan, tetapi sebuah momentum untuk merenungkan kembali makna ketangguhan. Dengan berpegang pada ajaran Alquran dan Sunnah, masyarakat dapat bangkit lebih kuat pascabencana, melihat musibah sebagai jalan menuju kebaikan, peningkatan iman, dan memperkuat solidaritas.
Spirit Nuzulul Quran harus menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk tidak menyerah dalam menghadapi cobaan.
Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, kita dapat membangun masyarakat yang lebih tangguh, siap menghadapi bencana dengan ikhtiar dan keimanan yang kokoh.wallahu a'lam bishawab. (*)
NUZULUL Quran dikenal sebagai momen penting yang menandai turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Beragam cara dilakukan umat Islam dalam memperingati Nuzulul Quran di Indonesia.
Misalnya ceramah keagamaan dalam lapas (Murianews, 30/04/21), momentum memacu diri (Murianews, 08/04/23), menyantuni anak yatim (Murianews, 29/03/24), dan lainnya.
Nuzulul Quran bisa juga menjadi momentum untuk menggali spirit ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk bencana yang kerap melanda.
Hampir setiap tahun masyarakat mengalami kerugian materiil maupun non materiil karena bencana. Pada kondisi ini, nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran dapat menjadi penyemangat serta petunjuk bagi masyarakat untuk bangkit dan bertahan.
Itulah sebabnya, Nuzulul Quran bukan hanya sekadar peringatan, tetapi juga penyemangat iman dan ketahanan dalam menghadapi cobaan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 153:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
”Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar,”
Melalui Alquran, Islam mengajarkan bahwa setiap musibah adalah bagian dari ujian keimanan. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
”Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,”

Kesabaran dalam menghadapi bencana tidak berarti pasrah tanpa usaha. Islam mengajarkan untuk berikhtiar dengan maksimal. Rasulullah SAW., bersabda,
اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ
”Ikatlah untamu, lalu bertawakallah,” (HR. Tirmidzi).
Hal ini menunjukkan bahwasannya ikhtiar dalam menghadapi bencana merupakan bagian dari ajaran Islam.
Lebih lanjut, Alquran juga mengajarkan pentingnya gotong-royong dalam menghadapi bencana. Sebagaimana firman Allah dalam penggalan QS. Al Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ…
”…Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan,”.
Sikap ini menjadi dasar dalam membangun ketahanan masyarakat terhadap bencana. Contoh nyata dari ketahanan masyarakat dapat dilihat dalam bencana banjir Demak tahun 2024.
Salah satunya adalah kisah Oktaviyaningrum yang berjibaku melahirkan saat banjir Demak (Murianews, 23/03/24). Selain itu, Masyarakat setempat yang mengalami kehilangan besar, menunjukkan semangat gotong-royong yang luar biasa.

Masyarakat saling membantu, mencoba menutup tanggul dengan sandbag, mendirikan tenda pengungsian, dan berbagi makanan serta kebutuhan lainnya. Ketangguhan ini tidak terlepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran, termasuk kepedulian dan solidaritas.
Nuzulul Quran mengajarkan kita untuk memperkuat ikatan sosial melalui nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Hal ini menyebabkan munculnya spirit ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana tidak hanya soal kesiapan fisik, tetapi juga kesiapan mental dan spiritual.
Akhirnya, kita perlu menyadari bahwa Nuzulul Quran bukan hanya sekadar perayaan, tetapi sebuah momentum untuk merenungkan kembali makna ketangguhan. Dengan berpegang pada ajaran Alquran dan Sunnah, masyarakat dapat bangkit lebih kuat pascabencana, melihat musibah sebagai jalan menuju kebaikan, peningkatan iman, dan memperkuat solidaritas.
Spirit Nuzulul Quran harus menjadi motivasi bagi setiap muslim untuk tidak menyerah dalam menghadapi cobaan.
Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, kita dapat membangun masyarakat yang lebih tangguh, siap menghadapi bencana dengan ikhtiar dan keimanan yang kokoh.wallahu a'lam bishawab. (*)
