Jumat, 21 November 2025

PUASA Ramadan adalah sebuah ibadah wajib bagi orang-orang yang beriman. Puasa melatih pribadi-pribadi yang beriman untuk sampai pada ketakwaan.

Takwa dalam arti sejati, yakni menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi yang dilarang oleh-Nya. Ada banyak cara untuk mencapai ketakwaan di Bulan Suci Ramadan.

Salah satunya adalah dengan menerapkan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan. Tidak hanya saat berpuasa, melainkan juga bulan-bulan setelah Ramadan, karena Ramadan merupakan madrasah yang melatih kita untuk menjalani kehidupan lebih baik.

Dahulu, ada seorang sahabat Rasulullah Muhammad Saw. yang bernama Abu Dzar Al-Ghifari. Salah seorang yang pertama kali masuk Islam dan diberi gelar oleh rasulullah sebagai al Mashduq (orang yang jujur).

Abu Dzar tinggal di Rabadzah, daerah terpencil yang jauh dari pusat Kota Madinah. Tak seperti orang-orang yang hidup serba berkecukupan, Abu Dzar memilih untuk hidup sederhana dan jauh dari kesan mewah, bahkan ia mengkritik pemimpin dan orang kaya yang hidup bermewah-mewahan.

Abu Dzar pernah mendapat pekerjaan yang oleh sebagian orang dianggap prestisius. Meskipun demikian, ia menolak fasilitas, bahkan tidak mau menerima gaji.

Kesederhanaan yang ia tunjukan bukan hanya dari penolakannya terhadap gaji dan fasilitas, tetapi juga saat Utsman Bin Afan menjadi khalifah, beliau pernah diberi 300 dirham namun tidak diterima.

Kalimat yang keluar dari lisannya adalah “Apakah Allah tidak mencukupkan aku dengan roti dan gandum sehari-hari?” Sebaliknya, ia justru membagikan  harta yang ia dapatkan pada orang yang membutuhkan.

Tidak terbesit dalam pikirannya untuk menimbun harta dan menjadi kaya raya, karena bagi Abu Dzar kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan hati, sedangkan kemiskinan yang sebenarnya adalah kemiskinan hati.

Ia tidak manjadikan harta benda sebagai tujuan hidup dan memilih untuk hidup serderhana, serta mengajarkan bahwa kesederhadaan bukan berarti kemiskinan.

Komentar

Terpopuler