Selasa, 18 November 2025

Selain itu, Anis Sholeh juga menyebut adanya gejala lain yang muncul, baik itu organik maupun hasil rekayasa dalam kehidupan masyarakat.

Menurutnya, kemunculan itu berawal dari kebencian dan permusuhan antarkelompok maupun di dalam kelompok maupun golongan itu sendiri.

Gejala itu disebutnya akan melemahkan kohesifitas ”tubuh” masyarakat itu sendiri. Apalagi ketika eskalasinya meningkat dan melahirkan konflik horizontal.

”Dengan beragam cara, kekuasaan, apalagi kekuasaan modern, cenderung menciptakan  autoimun jenis ini demi menjaga dan melanggengkan kekuasaannya. Mereka sengaja merekayasa dan memprovokasi konflik yang secara potensial ada di masyarakat,” katanya.

Bahkan, Anis melanjutkan, mereka sengaha menanam potensi konflik baru. Tujuannya, tak lain agar masyarakat terpecah belah. Dengan begitu, mereka lebih mudah dikuasai.

Ada dua contoh yang dijelaskannya, yakni isu nasab sebagai contoh dari rekayasa potensi konflik serta isu cebong-kampret yang sengaja ditanam untuk memecah belah berdasarkan perbedaan pandangan politik.

Ironisnya, perpecahan itu justru diestafetkan dari generasi ke generasi. Anis mengibaratkan itu sebagai bom waktu untuk masa depan bangsa.

”Ada hadits menarik, mencintailah secukupnya dan membencilah secukupnya. Jangan terlalu mencintai, karena siapa tahu yang kamu cintai suatu saat menjadi musuhmu. Jangan pula terlalu membenci, karena mungkin yang kamu benci suatu saat bisa jadi sahabatmu,” ujarnya.

Dalam Islam...

Komentar

Terpopuler