Kamis, 20 November 2025

Hadits tersebut menjelaskan bahwa berbagai amal ibadah yang dilakukan umat manusia pada dasarnya untuk hamba-Nya sendiri kecuali ibadah puasa. Allah dalam hal ini “mengambil alih” amal ibadah puasa seorang hamba khusus untuk-Nya.

Hal ini tentu ditafsirkan secara beragam oleh para ulama. Meski demikian, apabila meninjau pada aspek filsofisnya dapat kita temui satu hikmah tersembunyi dari hadits di atas.

Merujuk pada Hadits Qudsi di atas, “pengambilalihan” amal ibadah puasa tersebut sesungguhnya mengandung makna filosofis yang amat mendalam.

Sebagaimana ujian tugas akhir yang harus ditempuh seorang mahasiswa, Allah ingin menilai langsung secara privat hamba-Nya yang berpuasa, sejauh mana keikhlasan ibadah puasa hamba-Nya ditempuh?

Tak seperti amal ibadah lain yang kasat mata sebagaimana sholat, zakat, infaq dan ibadah lainnya, ibadah puasa bersifat sunyi, sepi, dan penuh rahasia atau tak kasat mata.

Ibadah puasa hanya dapat diketahui oleh hamba yang berpuasa dan Allah SWT. Di balik kesunyian ibadah puasa, komitmen seorang hamba diuji, apakah ia mampu menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas semata-mata menggapai ridho Allah SWT atau justru sebaliknya?

Apabila lolos komitmen dalam menjalankan ibadah sunyi tersebut, maka sebagaimana Hadits Qudsi di atas, Allah yang akan membalas amal ibadah tersebut.

Komentar

Terpopuler