Rabu, 19 November 2025

Kemudian, menurut Syekh Khothib as-Syarbini dalam "Mughni al-Muhtaj", pembayaran fidyah di atas wajib ditasarufkan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain.

Pentasarufan fidyah berbeda dengan zakat, karena adanya nash Alquran dalam konteks fidyah hanya menyebut miskin saja “فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ” (QS al-Baqarah ayat 184). Adapun fakir diqiyaskan dengan miskin dengan pola qiyas aulawi (qiyas yang lebih utama), sebab kondisi fakir lebih parah daripada miskin.

Masih menurut Syekh as-Syarbini, hukum pentasarufan fidyah beberapa mud untuk beberapa puasa yang ditinggalkan kepada satu orang fakir/miskin diperbolehkan.

Misalnya, fidyah puasa orang yang sakit parah dan tidak ada harapan sembuh selama 30 hari, maka 30 mud makanan pokok daerah setempat boleh diberikan semuanya kepada satu orang fakir/miskin.

Lain halnya dengan 1 mud untuk jatah pembayaran fidyah sehari, tidak diperbolehkan diberikan kepada dua orang atau lebih. Misalnya, fidyah puasa orang yang sudah sangat tua dan lemah selama 1 hari, maka 1 mud fidyah tidak boleh diberikan dengan cara dibagi kepada dua orang fakir/miskin.

Dengan demikian, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fidyah puasa bagi yang mendapatkan rukhshah untuk mengganti puasanya dengan membayar fidyah boleh diakhirkan setelah Ramadan dengan cara ditasarufkan semuanya sekaligus kepada satu orang fakir/miskin atau dibagi.

Selain itu juga diperbolehkan ditasarufkan setelah subuh untuk setiap hari puasa sebelumnya sebesar 1 mud kepada 1 fakir/miskin, boleh juga setelah terbenamnya matahari di malam harinya sebesar 1 mud kepada 1 fakir/miskin.

Bahkan lebih utama di permulaan malam. Intinya tidak ada ketentuan waktu khusus dalam kitab-kitab fikih terkait dengan pentasarufan fidyah, hanya saja tidak diperbolehkan mempercepat pentasarufan fidyah.

Misalnya tidak boleh mengeluarkan fidyah sebelum Ramadan untuk puasa yang belum tiba waktunya, juga tidak sah sebelum memasuki waktu maghrib untuk setiap hari puasa yang dilalui.

Hal ini sebagaimana difatwakan oleh Syekh Muhammad al-Ramli yang menyatakan bahwa “tidak diperbolehkan mempercepat fidyah dari waktu-waktu puasa yang dilalui, sebab terdapat unsur mendahulukan fidyah dari kewajiban seseorang, yaitu beribadah puasa yang menjadikannya fitrah”. Wallahu a'lam. (*)

Komentar

Terpopuler