Karena itu, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dengan seksama selama kita berpuasa, yaitu tidak pamrih, menjaga kelembutan lisan, tekun berdoa, memohon ampunan, dan dermawan pada diri sendiri dan orang lain.
Artinya : setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya (H.R. Bukhari).
Keistimewaan puasa karena bersifat rahasia antara hamba dengan Tuhannya. Tidak selayaknya puasa ditunjuk-tunjukkan kepada orang lain karena puasa itu hanya karena Allah dan Allah sendirilah yang akan membalasnya dengan kemuliaan bagi manusia.
Etikanya, puasa dilaksanakan berdampingan dengan hati yang tulus ikhlas tanpa pamrih dunawi.
Artinya : orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkannya dalam meninggalkan makan dan minumnya untuk puasa (H.R. Bukhari).
KITA memohon kepada Allah subhanahu wata’ala semoga pada puasa bulan Ramadan tahun ini kita mendapat derajat ketakwaan. Semoga kita juga menjadi pribadi yang semakin santun dan bijaksana sebagai buah dari kita berpuasa.
Karena itu, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dengan seksama selama kita berpuasa, yaitu tidak pamrih, menjaga kelembutan lisan, tekun berdoa, memohon ampunan, dan dermawan pada diri sendiri dan orang lain.
Pertama, melatih hati untuk tidak pamrih, sebagaimana sebuah hadis qudsi diriwayatkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari Allah : kullu ‘amalibni adama lahu illasshiyamu fainnahu li wa ana ajzi bihi.
Artinya : setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya (H.R. Bukhari).
Allah subhanahu wata’ala mengistimewakan puasa, maka manusia jangan menganggap puasa itu ibadah biasa, sambutlah puasa dengan jiwa bersih dan pasrah semata karena Allah.
Keistimewaan puasa karena bersifat rahasia antara hamba dengan Tuhannya. Tidak selayaknya puasa ditunjuk-tunjukkan kepada orang lain karena puasa itu hanya karena Allah dan Allah sendirilah yang akan membalasnya dengan kemuliaan bagi manusia.
Etikanya, puasa dilaksanakan berdampingan dengan hati yang tulus ikhlas tanpa pamrih dunawi.
Kedua, menjaga kelembutan lisan, sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : man lam yadfa’ qaulazzuri wal ‘amala bihi falaisa lillahi hajatun fi an yadfa’a tha’amahu wa syarabahu.
Artinya : orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkannya dalam meninggalkan makan dan minumnya untuk puasa (H.R. Bukhari).

Jadi puasa tidak hanya menahan haus dan lapar saja, tapi juga harus menjaga lisan dari berkata dusta, jorok, hoaks, permusuhan, dan adu domba, sebagaimana seluruh anggota tubuh juga harus dijaga dari semua perbuatan jahat.
Etikanya, puasa dilaksanakan berdampingan dengan lisan yang lembut, sopan, dan menyejukkan hati pendengarnya.
Ketiga, tekun berdoa dalam semua amalan puasa, misalnya berdoa pada waktu berbuka puasa : allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu, yang artinya : untukmulah aku berpuasa, dan atas rizkimu aku berbuka (H.R. Abu Dawud).
Jadi berdoa saat berbuka puasa merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas nikmat rizki, sehat, selamat wal’afiat.
Orang berpuasa teruslah berdoa di saat shalat fardlu dan setelahnya, doa setelah tarawih dan witir setiap malam bulan Ramadan, doa setelah baca Alquran, doa saat bermunajat mendekatkan diri kepada Allah, khususnya berharap mendapat keutamaan malam lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan, dan doa setiap saat.
Doa merupakan inti dari ibadah. Etikanya puasa dilaksanakan dengan banyak berdoa kepada Allah untuk mendekatkan diri menjadi hamba yang tunduk dan patuh pada-Nya.
Keempat, memohon ampun atas kesalahan dan kekhilafan pada Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana doa : allahumma innaka ‘afuwwun karimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.
Artinya : Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pemaaf Yang Pemurah, Engkau juga menyukai maaf, maka maafkanlah aku (H.R. Tirmidzi).

Jadi, orang berpuasa harus sadar diri bahwa dirinya banyak kesalahan dan dosa, maka meminta maaf dan ampunan pada Allah pada bulan Ramadan merupakan akhlak hamba terbaik kepada Tuhannya.
Etikanya puasa dilaksanakan berdampingan dengan kesungguhan minta maaf kepada sesame dan mohon ampunan kepada Allah.
Kelima, dermawan pada diri sendiri dan orang lain, sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : idza kana ahadukum shaiman falyufthir ‘alat tamri fain lam yajid fa’alal ma-i fainnal ma-a thahurun
Artinya : jika salah satu dari kalian berpuasa, berbukalah dengan kurma kering, jika tidak menemukannya, berbukalah dengan air, sesungguhnya air itu mensucikan (H.R. Abu Dawud).
Setelah seharian berpuasa, maka tubuh manusia harus diberi haknya untuk kembali kuat dengan berbuka, yaitu makan dan minum yang halal dan bergizi. Halal dan bergizi disimbolkan dengan kurma sebagai makanan pokok yang kaya nutrisi dan air yang kaya mineral.
Namun, orang berbuka jangan hanya peduli pada diri sendiri. Berbagilah memberi makan dan minum kepada sanak saudara, kerabat, sahabat, dan orang di sekeliling. Etikanya puasa dilaksanakan dengan berbuka puasa untuk diri sendiri dan juga peduli kepada sesama. Wallahu a’lam. (*)
