Rabu, 19 November 2025

Berkomitmen Tidak Mengulangi Maksiat

Tanda berikutnya adalah memiliki kecondongan hati untuk tidak mengulangi maksiat di waktu mendatang. Hal ini merupakan poin utama dalam bertobat.

Melaksanakan peribadatan berbanding lurus dengan komitmen untuk tidak terjerumus pada kemaksiatan, baik maksiat yang pernah dilakukan, maupun yang belum pernah dilakukan.

Hanya saja, kondisi hati yang masih cenderung untuk mengulangi maksiat memiliki konsekuensi tersendiri. Kendatipun secara tampak seseorang sedang melaksanakan suatu peribadatan tetapi kondisi hatinya masih condong pada kemaksiatan, peribadatan yang demikian tidak dapat diterima.

Begitu pun dalam beribadah puasa di saat Ramadan. Seseorang benar-benar harus memiliki keteguhan hati untuk tidak melakukan maksiat di luar waktu bulan puasa.

Sebab seseorang yang berpuasa lalu berucap istighfar namun hatinya bertautan pada kemaksiatan, potensi diterimanya ibadah puasa sangat kecil.

 فمَنِ اسْتَغْفَرَ بِلِسَانِهِ وَقَلْبُهُ عَلَى الْمَعْصِيَةِ مَعْقُوْد، وَعَزْمُهُ أنْ يَرْجِعَ إلَى المَعَاصِي بَعْدَ الشَّهْرِ ويَعُوْدُ؛ فَصَوْمُهُ عَلَيْهِ مَرْدُوْدٌ، وَبَابُ القَبُولِ عَنْهُ مَسْدُوْدٌ

Artinya: ”Siapa yang meminta ampunan secara lisan akan tetapi hatinya bertaut pada kemaksiatan, serta merencanakan untuk kembali melakukan maksiat setelah bulan puasa, maka puasanya ditolak dan pintu penerimaan tobat ditutup,” (Lathaiful Ma'arif, halaman 484).

Tajuddin As-Subki mengutip pernyataan salah satu ulama syafi’iyah bernama Abu Ali Al-Ashbahani. Dalam sebuah majelis, Al-Ashbahani ditanya oleh seseorang mengenai tanda diterimanya ibadah puasa Ramadan.

Beliau menjawab, bahwa tanda ibadah puasa diterima ketika seseorang meninggal di bulan Syawal tanpa melakukan tindakan buruk (maksiat). Al-Ashbahani meninggal pada bulan Syawal di hari Senin pada tahun lima ratus dua puluh lima hijriah,” (Thabaqatus Syafi'iyah, [Beirut, Dar Ihya’: 1992], Juz VII, halaman 26).

Dua tanda yang sudah dipaparkan dapat dijadikan acuan serta indikasi puasa Ramadan kita akan diterima oleh Allah atau tidak.

Sekali lagi, segala pertimbangan ibadah puasa sepenuhnya bergantung pada Allah, setidaknya kita memiliki gambaran atas kualitas puasa kita sendiri. Semoga puasa tahun ini dan puasa tahun-tahun berikutnya diterima oleh Allah. Amin. Wallahu A’lam

Komentar