Tausiah Ramadan 2024
Merajut Tiga Dimensi Kesalehan dalam Puasa

Vega Ma'arijil Ula
Selasa, 2 April 2024 07:56:00

BULAN Ramadan atau bulan puasa merupakan bulan yang penuh rahmat, ampunan, pembebasan api neraka dan kasih sayang Allah SWT. Orang yang tidak mencari rahmat dan ampunannya pada bulan itu termasuk orang yang merugi.
Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadis ”Sekiranya umatku mengetahui apa saja yang ada dalam Ramadhan, niscaya mereka akan berharap (hari-hari) setiap tahunnya itu menjadi Ramadan,”
Di bulan Ramadan ini terakumulasi kemuliaan dan keistimewaan. Seluruh doa pada bulan tersebut dikabulkan dan seluruh amal ketaatan dicatat dengan pahala berlipat, serta seluruh dosa diampuni. Bahkan, surga merindukan orang-orang yang mengisinya dengan kebaikan.
Selama Ramadan, umat Islam menjalankan perjuangan yang berat. Bahkan lebih berat dari perjuangan mengangkat senjata. Itulah perjuangan memerangi hawa nafsu, menghadapi musuh yang tidak tampak di mata dzahir tetapi justru berada pada diri mereka.
Tiga Kesalehan dalam puasa yakni agar seorang mukmin semakin bertakwa. Ibadah puasa yang dijalankan dengan benar akan menghasilkan orang-orang yang setidaknya memiliki tiga kesalehan sebagai cerminan dari ketakwaan kepada Allah. Pertama, kesalehan personal.
Kesalehan personal yakni kesalehan invidual yang berupa penghambaan pribadi kepada Allah SWT. Yakni menjalankan salat, puasa, dzikir, itikaf dalam masjid, tadarus Alquran dan sebagainya.
Kedua, yakni kesalehan sosial. Salah satu satu indikator ketakwaan seseorang yakni meningkatnya jiwa sosial dengan empati terhadap fakir miskin. Ibadah puasa menyediakan peluang bagi pelakunya untuk merawat cinta kasihnya kepada fakir miskin.
Mempelajari tentang apa itu lapar dan apa itu haus tidak menjamin orang bisa mencintai fakir miskin.
Mendidik orang untuk mencintai fakir miskin tidak cukup hanya dengan seminar, pelatihan, penataran dan lainnya. Bagaimana hati akan peka, bagaimana mungkin pembelaan terhadap fakir miskin terpelihara, jika yang berbicara itu adalah orang yang kenyang.
Ibadah puasa bukan hanya mengajarkan teori, tetapi juga praktik. Dengan puasa kita diajak untuk menyelami langsung bagaimana rasanya lapar dan dahaga.
Dengan begitu, kita bisa ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang terkapar di kolong jembatan, yatim piatu yang hidup terlunta-lunta, dan orang-orang yang sudah tua dan tidak punya jaminan pensiun.
Mengingat dan merasakan penderitaan orang lain dengan merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang dirasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain tidak diketahui kapan akan berakhir.
Berkaca dari hal itu, puasa menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kepada kaum muslimin yang mengalami penderitaan.
Puasa akan membentuk kesalehan lingkungan. Sebab, selama berpuasa banyak hal yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan dapat dikurangi.
Simbol Rasa Solidaritas
Puasa sebagai tradisi agama-agama yang memiliki makna universal harus dijadikan energi positif bagi menguatnya pemahaman multikultural yang disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan (rabbaniyah) dan kemanusiaan (insaniyah).
Dalam ajaran agama, puasa yang tidak diikuti dengan amal-amal kebajikan, maka puasanya akan sia-sia. Puasa yang tidak disertai dengan kejujuran, amal saleh kepada orang lain, dan sejenisnya menjadikan puasanya tidak berarti. Dia hanya akan mendapatkan dahaga dan lapar saja.
Jadi, dengan puasa ini diharapkan tiga kesalehan dapat meningkat. Dengan begitu, Allah akan menurunkan rahmat, ketenangan, dan keberkahan hidup. (*)