Rabu, 19 November 2025

Murianews, Grobogan – Begitu berhasil menangkap petir, Ki Ageng Selo kedatangan tamu agung dari Demak, yakni Sunan Kalijaga. Kedatangan sang mahaguru itu membuat Bagus Songgom, nama kecil Ki Ageng Selo, pulang ke rumah untuk berganti baju.

Sunan Kalijaga sendiri meminta agar petir itu dibawa ke Demak dengan harapan di Demak tidak ada prahara atau musibah bencana.  

”Waktu itu kan bajunya lusuh, karena sedang di sawah. Begitu kedatangan maha guru Sunan Kalijaga, Bagus Songgom pulang untuk berganti baju,” kata Juru Kunci Makam Ki Ageng Selo, Abdul Rokhim. 

Kemudian pada saat makhluk itu akan dilepas dari ikatan di pohon gandrik, makhluk itu berulah lagi hingga menimbulkan petir. Dari petir itu kemudian muncul percikan api. 

”Kebetulan ada api, kemudian disulut untuk penerangan malam. Syukur untuk kesehariannya. Api-api itu sampai generasi mendatang, era Mataram, Panembahan Senopati, Sultan Agung digunakan untuk memasak dan sebagainya,“ paparnya. 

Api itu sendiri kini disimpan di sebuah lemari yang dinamai Geni Bledeg atau api petir. Lemari itu berada di belakang makam dan dibuka pada haul Ki Ageng Selo. Di makam itu juga terdapat pohon gandrik yang dulu digunakan untuk mengikat jelmaan petir. 

Ki Ageng Selo dan Sunan Kalijaga kemudian berangkat ke Demak. Di sana, anggota Walisongo sedang takziyah atas meninggalnya Pati Unus, raja Demak kedua. Atas dasar itu, KRT Rokhim meyakini momentum Ki Ageng Selo menangkap petir pertama kalinya hingga dikenal banyak orang juga pada tahun tersebut. 

Setelah sampai di Demak, para wali disalami. Ki Ageng Selo kemudian menggambar petir di pintu utama Masjid Agung Demak. Harapannya, Demak bisa terhindar dari marabahaya. Setidaknya tidak ada petir yang menyambar-nyambar di sana. 

Setelah beberapa saat digambar, muncul makhluk lain yang disebut KRT Rokhim sebagai lawan jenis dari makhluk yang dibawa sebelumnya. Makhluk itu kemudian menyemburkan air dan dengan suara menggelegar. 

”Seketika itu, suara tidak karu-karuan, kelihatannya itu Demak kebakaran. Terus dengan sekejap mata, ternyata Demak masih utuh tidak terbakar (hanya ilusi saat disembur air),” terangnya. 

Gambar di pintu itu pun tidak selesai karena makhluk yang awalnya dibawa, jelmaan petir tadi berhasil kabur. Bagian yang berhasil digambar Ki Ageng Selo hanya di bagian kepala saja. 

Gambar itu tampak menyerupai wujud naga dengan mulut menganga. Ki Ageng Selo kemudian pulang dan berpesan kepada kerabat-kerabatnya agar menata akhlak sehari-hari. 

”Yang baik dilakukan, yang buruk dibuang. Ajaran-ajaran itulah yang kemudian mewujud dalam tembang,” ucap dia.

Dari tembang-tembang itu kemudian dikenal sebagai Pepali Ki Ageng Selo. Ada tujuh pepali Ki Ageng Selo yang dikenal luas. 

Editor: Supriyadi

Komentar