وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي
Artinya: ”Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir terlanjur tertelan masuk, lantaran sangat dominannya syahwat (untuk makan).
Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada tidak adanya hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu.
Beda hukumnya bila tukang masak dan orang yang masak untuk menyuapi anak kecilnya yang sedang sakit, maka mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian penuturan Az-Zayadi.
Tapi bagaimana caranya agar tidak terlanjur memakannya? Caranya bisa dengan meletakkan makanan di ujung lidahnya, dirasakan sebentar, kemudian dikeluarkan/diludahkan tanpa ada yang ditelan sedikit pun.
Dengan demikian, mencicipi makanan hukumnya makruh bagi mereka yang tidak memiliki kepentingan.
Tidak makruh bagi tukang masak yang memiliki kepentingan untuk disuguhkan sebagai jamuan berbuka puasa, atau orang yang memasakkan anak kecilnya yang sedang sakit. Wallahu a'lam.
Murianews, Kudus – Menyiapkan menu berbuka puasa dan makan sahur adalah rutinitas yang dilakukan para ibu saat bulan Ramadan.
Selain membeli, banyak di antara ibu rumah tangga yang memasak sendiri makanan buat berbuka dan sahur.
Nah, saat memasak ini terkadang ada sebagian ibu yang mencoba mencicipi makanan yang dimasak karena hal ini sudah jadi kebiasaan. Padahal, saat itu mereka sedang berpuasa.
Dari kondisi ini, sering muncul pertanyaan, bagaimana hukumnya mencicipi masakan bagi mereka yang saat itu sedang puasa? Apakah hal ini bisa membatalkan puasa?
Melansir NU Online Jatim, jika mengacu pada perkataan Ibnu Abbas di bawah ini, maka boleh untuk mencicipi makanan dalam keadaan berpuasa:
عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ، قالَ: لا بَأْسَ أنْ يَذُوقَ الخَلَّ أوِ الشَّيْءَ، ما لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وهُوَ صائِمٌ
Artinya: ”Diriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata, tidak masalah apabila seseorang yang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu selama tidak masuk kerongkongan/memakan. (Musannaf Ibn Abi Syaibah, juz 2, halaman: 304)
Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfatith Thullab menyebutkan:
Tukang Masak...
وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي
Artinya: ”Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir terlanjur tertelan masuk, lantaran sangat dominannya syahwat (untuk makan).
Kemakruhan itu sebenarnya terletak pada tidak adanya hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu.
Beda hukumnya bila tukang masak dan orang yang masak untuk menyuapi anak kecilnya yang sedang sakit, maka mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian penuturan Az-Zayadi.
Tapi bagaimana caranya agar tidak terlanjur memakannya? Caranya bisa dengan meletakkan makanan di ujung lidahnya, dirasakan sebentar, kemudian dikeluarkan/diludahkan tanpa ada yang ditelan sedikit pun.
Dengan demikian, mencicipi makanan hukumnya makruh bagi mereka yang tidak memiliki kepentingan.
Tidak makruh bagi tukang masak yang memiliki kepentingan untuk disuguhkan sebagai jamuan berbuka puasa, atau orang yang memasakkan anak kecilnya yang sedang sakit. Wallahu a'lam.
