Ada hal penting dalam menyambut Ramadan yaitu senang dengan datangnya Ramadan dan meminta maaf kepada sesama manusia.
Dua amal ini terlihat berbeda dalam tulisan, tapi sejatinya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Namun, bagi yang meminta maaf terlebih dahulu memiliki nilai lebih. Dalam kehidupan sosial sesama manusia, tak jarang terjadi kesalahpahaman yang berujung permusuhan.
Sehingga dirasakan perlu meminta maaf kepada sesama manusia agar ketika Ramadan datang, hati dan pikiran dalam keadaan bersih.
...فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: ”Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (dia) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS Al-Baqarah :178)
Murianews, Kudus – Tanpa terasa saat ini sudah mendekati penghujung bulan Syakban. Sebentar lagi, akan datang bulan Ramadan yang kedatangannya senantiasa dinantikan umat Islam.
Ada hal penting dalam menyambut Ramadan yaitu senang dengan datangnya Ramadan dan meminta maaf kepada sesama manusia.
Dua amal ini terlihat berbeda dalam tulisan, tapi sejatinya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Melansir NU Online, amal baik yang bisa dilakukan ketika menyambut datangnya bulan Ramadan yaitu meminta maaf kepada Allah (taubat) dan saling memaafkan sesama manusia.
Namun, bagi yang meminta maaf terlebih dahulu memiliki nilai lebih. Dalam kehidupan sosial sesama manusia, tak jarang terjadi kesalahpahaman yang berujung permusuhan.
Sehingga dirasakan perlu meminta maaf kepada sesama manusia agar ketika Ramadan datang, hati dan pikiran dalam keadaan bersih.
Hal ini sesuai dengan anjuran Islam dalam al-Baqarah ayat 178:
...فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: ”Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (dia) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS Al-Baqarah :178)
Senang dengan Kedatangan Ramadan...
Dalam sebuah hadis sahih, Nabi Muhammad saw menganjurkan agar siapa yang mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain, baiknya itu menyangkut kehormatan atau apa saja, segera menyelesaikannya di dunia ini.
Sehingga tanggung jawab itu menjadi bebas (bisa dengan menebus, bisa dengan meminta halal, atau meminta maaf). Sebab nanti di akhirat sudah tidak ada lagi uang untuk tebus menebus.
Orang yang mempunyai tanggungan dan belum meminta halal ketika dunia, kelak akan diperhitungkan dengan amalnya.
Apabila dia punya amal saleh, dari amal salehnya itulah tanggungannya akan ditebus; bila tidak memiliki, maka dosa atas orang yang disalahinya akan ditimpakan kepadanya, dengan ukuran tanggungannya. (Lihat misalnya, Jawahir al-Bukhari, hlm. 275, hadis nomer: 353 dan shahih Muslim, II/430).
Kedua, senang dengan kedatangan Ramadan. Anjuran menyambut Ramadan dengan senang merupakan ajaran Rasulullah dan kebiasaan para ulama serta orang saleh.
Hal ini bisa dilihat dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya sebagai berikut:
حَدَّثنا عَبْدُ اللهِ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثنا عَفَّانُ، حَدَّثنا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثنا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلى الله عَليه وسَلم يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Artinya: ”Abdullah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Affan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayyub telah menceritakan kepada kami, dari Abu Qiladah, dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw. memberikan kabar gembira kepada sahabat-sahabatnya, “Bulan Ramadan telah datang. Ramadan adalah bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan puasa atas kalian. Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup rapat-rapat dan setan-setan dibelenggu di dalamnya. Di dalam bulan Suci Ramadan ada satu malam yang lebih baik dari pada malam seribu bulan. Orang yang menghalangi kebaikan di dalam bulan Suci Ramadan ini, maka dia akan terhalang dengan kebaikan.”
Berpuasa Atas Dasar Iman...
Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad ini bisa dijadikan dasar. Bagi orang yang beriman, mengetahui keutamaan-keutamaan yang spesial untuk bulan Ramadan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain adalah kabar gembira yang tidak terhingga.
Dari Abu Hurairah Ra dalam redaksi hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: ”Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim No. 860).
Menurut keterangan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani di kitab Fathul Bari, yang dimaksud berpuasa atas dasar iman yaitu berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa Ramadan sedangkan yang dimaksud ihtisab adalah mengharap pahala dari Allah Ta’ala.
Syekh Usman Al-Khaubawi dalam kitabnya yang Durratun Nashihin menulis bahwa seseorang yang bahagia menyambut Ramadan akan selamat dari api neraka:
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ
Artinya: ”Barang siapa yang berbahagia dengan masuknya bulan Ramadan, maka Allah haramkan jasadnya di atas api neraka.
Hanya saja, redaksi di kitab Durratun Nashihin ini masih diperdebatkan. Apakah mungkin hanya dengan senang saja, seseorang lepas dari api neraka.