Dalam istilah fiqih, buruh disebut ajir. Yaitu orang yang menyewakan jasanya dengan imbalan upah atau ujrah.
Secara garis besar, Islam telah mewajibkan untuk segera membayar upah buruh ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya, terlebih jika buruh memintanya.
Menunda pembayaran, mengurangi atau bahkan tidak memberikan upahnya, merupakan bentuk kezaliman yang diharamkan. Alasannya karena dianggap memperbudak dan merendahkan kepada sesama muslim.
Dalam kajian fiqih, terdapat tiga bentuk pembayaran upah. Pertama, upah disepakati untuk dibayar di awal, maka harus dibayarkan di awal sesuai kesepakatan.
Murianews, Kudus – Gaji merupakan hak yang wajib diberikan pada pekerja atau buruh. Namun, ada kalanya, ada pimpinan atau pengusaha yang menunda bahkan mengurangi gaji pekerja ini.
Lantas, bagaimana hukum menunda adn mengurangi gaji pekerja dalam ajaran Islam?
Melansir NU Online, buruh, pekerja, pegawai, atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan. Naik berupa uang maupun bentuk lainnya dari pemberi kerja.
Dalam istilah fiqih, buruh disebut ajir. Yaitu orang yang menyewakan jasanya dengan imbalan upah atau ujrah.
Secara garis besar, Islam telah mewajibkan untuk segera membayar upah buruh ketika sudah menyelesaikan pekerjaannya, terlebih jika buruh memintanya.
Menunda pembayaran, mengurangi atau bahkan tidak memberikan upahnya, merupakan bentuk kezaliman yang diharamkan. Alasannya karena dianggap memperbudak dan merendahkan kepada sesama muslim.
Dalam kajian fiqih, terdapat tiga bentuk pembayaran upah. Pertama, upah disepakati untuk dibayar di awal, maka harus dibayarkan di awal sesuai kesepakatan.
Kedua, upah disepakati untuk dibayar di akhir atau dicicil, maka upah tersebut dapat dibayarkan di akhir atau dicicil sesuai kesepakatan. Ketiga, tidak ada kesepakatan waktu pembayaran, maka konsep yang ketiga ini terdapat tiga pendapat.
Kesepakatan Pembayaran Upah...
Menurut pendapat mazhab Syafi’i harus dibayarkan di awal. Menurut Abu Hanifah, upah dibayarkan sesuai manfaat atau pekerjaan yang sudah dilakukan. sedangkan menurut Imam Malik, upah diberikan setelah semua manfaat atau pekerjaan telah selesai. (Abul Hasan 'Ali Al-Mawardi, Hawi al kabir fi fiqhi madzhabil imam asy-Syafi'i [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1994] juz VII, halaman 395)
Buruh pada umumnya termasuk dalam ijarah ‘ain, artinya ia menyewakan jasanya secara khusus dan tidak dapat diwakilkan. Sedangkan upah buruh pada umumnya termasuk ujrah fidz dzimmah, yaitu upah yang belum disediakan dan ditunjukkan pada awal transaksi.
Dalam kondisi seperti ini, diperbolehkan untuk melakukan kesepakatan pembayaran upah di awal atau di akhir. Jika tidak ada kesepakatan waktu pembayaran, maka dalam pandangan fiqih, upah seharusnya diserahkan di awal. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj [Mesir: Mathba’ah Mushthafa Muhammad] juz VI, halaman 126)
Kemudian, ketika buruh telah menyelesaikan pekerjaannya, maka secara hukum, upah atau gaji telah benar-benar menjadi haknya. oleh karena itu, ketika buruh sudah meminta upah, maka dalam kondisi mampu, majikan wajib segera menyerahkannya dan haram menunda-nunda.
Al-Munawi menjelaskan dalam kitab Faidhul Qodir:
(أَعْطُوا الْأَجِيْرَ أَجْرَهُ) أَيْ كِرَاءَ عَمَلِهِ (قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ) … فَيَحْرُمُ مَطْلُهُ وَالتَّسْوِيْفُ بِهِ مَعَ الْقُدْرَةِ فَالْأَمْرُ بِإِعْطَائِهِ قَبْلَ جَفَافِ عَرَقِهِ إِنَّمَا هُوَ كِنَايَةٌ عَنْ وُجُوْبِ الْمُبَادَرَةِ عَقِبَ فَرَاغِ الْعَمَلِ إِذَا طَلَبَ وَإِنْ لَمْ يَعْرَقْ أَوْ عَرِقَ وَجَفَّ
Artinya: ”(Berikan upahnya kepada pekerja) yaitu uang sewa atas pekerjaannya (sebelum keringatnya mengering), maka haram menunda-nunda dalam keadaan mampu. Maka perintah untuk memberinya sebelum keringatnya mengering hanyalah kiasan dari kewajiban bersegera setelah pekerjaan selesai jika ia meminta, meskipun ia tidak berkeringat atau berkeringat dan mengering.” (Abdurrouf Al-Munawi, Faidhul Qodir Syarah al-Jami' ash-Shaghir [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2018] juz I, halaman 694).
Sedangkan hukum mengurangi gaji buruh, secara makna sama dengan menghalangi atau tidak memberikan upah yang menjadi hak dari buruh. Dalam pandangan Islam, tindakan ini merupakan bentuk kezaliman yang diharamkan dan dinilai sebagai memperbudak dan merendahkan kepada sesama muslim.
Pembayaran Upah...
Dengan demikian, hukum menunda pembayaran upah adalah haram dalam kondisi:
1. Buruh telah menyelesaikan pekerjaannya
2. Buruh telah meminta bayaran
3. Majikan mampu untuk membayar upah.
Sedangkan hukum mengurangi gaji buruh juga diharamkan karena merupakan bentuk kezaliman yang dilarang agama. Wallahu a’lam.