Rabu, 19 November 2025

Murianews, Jakarta – Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama menilai tanazul sebagai langkah tepat merespons keterbatasan ruang di Mina. Keputusan ini diambil dalam musyawarah yang berlangsung di Jakarta, 28 Mei 2024. Musyawarah dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membahas praktik tanazul (kembali ke hotel tanpa mabit di Mina) oleh sebagian jamaah haji pada hari tasyriq. PBNU memutuskan bahwa praktik tanazul dapat menjadi solusi fiqih atas kepadatan jamaah yang hampir tak terkendali di Mina.

PBNU memandang opsi Kemenag RI sebagai penyelenggara ibadah haji reguler untuk mentanazulkan sebagian jamaah (terutama penghuni hotel di Syisyah dan Raudhah yang dekat dengan Mina) sebagai keputusan yang tepat sebagai solusi dan alternatif atas keterbatasan ruang tenda dan sarana fasilitas umum di Mina, salah satunya keterbatasan fasilitas toilet.

Dalam pandangan PBNU, jamaah haji yang pada hari tasyriq ditanazulkan (kembali) ke hotel tidak terkena kewajiban membayar dam. Jamaah haji yang melakukan tanazul secara opsional dapat mengikuti pendapat sebagian ulama yang mewajibkan dengan ketentuan tertentu atau sebagian ulama yang memandang Mabit di Mina sebagai sunnah.

Sebagian ulama menyatakan, hukum mabit di Mina itu wajib sehingga jamaah haji yang tanazul pada malam hari dapat memasuki kawasan Mina untuk mabit dengan memenuhi kriteria mu’zhamul layl (sebagian besar malam) di area sekitar lontar jumrah dan minimal sebelum fajar berada di Mina sampai subuh sehingga bisa langsung lontar jumrah.

”Mabit di Mina hukumnya sunnah. Sehingga jamaah boleh tidak mabit di Mina dan tidak dikenakan dam,” tulis putusan PBNU yang ditetapkan di Jakarta pada Selasa, 19 Dzulqa'dah 1445 H/28 Mei 2024 M, dilansir dari NU Online, Sabtu (1/6/2024).

Bagi yang tidak dapat melakukan mabit di Mina karena uzur, jamaah dapat mengikuti pendapat yang menyatakan boleh dan sah haji serta tidak dikenakan membayar dam. Menurut mazhab Syafi’i, jamaah haji yang memiliki uzur tidak perlu memaksakan diri untuk melaksanakan mabit karena mereka yang berumur untuk mabit di Mina tidak terkena kewajiban membayar dam sebagai rukhshah dalam syariat Islam.

Keterbatasan Ruang dan Fasilitas Toilet di Mina

Pada hari tasyriq 11, 12, 13 Dzulhijjah 1445 H/2024 M Mina sebagai area mabit mengalami kepadatan jamaah haji yang tidak terkira karena penambahan kuota dan penonaktifan Mina Jadid (tausi’atu Mina) yang dipakai untuk mabit pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini Kerajaan Arab Saudi (KSA) tidak lagi menggunakan maktab 1-9 di Mina Jadid. Dengan demikian, daya tampung ruang mabit semakin terbatas. Pada tahun ini seluruh jamaah haji bermabit di area Mina syar’i.

Kepadatan jamaah di Mina berisiko pada peningkatan prevalensi angka sakit bagi jamaah lansia yang lemah dan risti karena dengan keterbatasan ruang di tenda Mina dengan estimasi per jamaah seluas 0,87 meter persegi.

Jumlah toilet dan keterbatasan fasilitas umum juga juga tidak memadai dibanding kepadatan jamaah haji di Mina. Keterbatasan fasilitas di Mina ini membuat antrean panjang jamaah untuk menggunakan toilet terutama menjelang waktu salat. Untuk mengurangi kepadatan tenda Mina dan mempertimbangkan kesehatan serta keselamatan jamaah, PBNU berpendapat bahwa opsi tanazul sebagian jamaah terutama yang tinggal di Syisyah dan Raudhah untuk tidak bermalam di Mina, tetapi kembali ke hotel masing-masing.

Praktik tanazul sebenarnya sering dilakukan oleh sebagian jamaah haji mandiri, terutama yang muda-muda. Pada hari tasyriq, mereka tidak bermabit di Mina, tetapi kembali ke hotel. Pada malam hari, mereka kembali ke Mina untuk melakukan mabit dengan memenuhi kriteria mu’zhamul layl di area sekitar area jumrah.

  • 1
  • 2

Komentar

Terpopuler