Dengan kecerdikannya, Abu Nawas semakin membuat sang raja penasaran dan meminta beliau menyamar sebagai rakyat biasa agar dapat melihat sesuatu yang luar biasa tanpa menarik perhatian banyak orang. Sang khalifah pun setuju dan mengikuti Abu Nawas ke sebuah hutan.
Di sana, Abu Nawas diam-diam menemui seorang penjual budak dan mengaku memiliki seorang budak yang hendak dijual. Namun, ia mengaku tidak tega melihatnya dijual di depan matanya sendiri.
Sang Badui, pedagang budak tidak mengetahui siapa sebenarnya orang yang akan dijual Abu Nawas. Namun akhirnya setuju dan memberikan Abu Nawas beberapa keping emas.
Sementara itu, Khalifah Harun ar-Rasyid masih menunggu tanpa mengetahui rencana Abu Nawas. Tak lama kemudian, sang penjual budak datang dan berkata kepadanya.
"Engkau sekarang adalah budakku." Tentu saja, sang khalifah terkejut dan marah. Ia mencoba membantah, tetapi sang Badui justru mengeluarkan surat jual beli yang baru dibuat Abu Nawas.
Ketika sang raja mencoba menjelaskan bahwa ia sebenarnya adalah Khalifah Harun ar-Rasyid, sang Badui tidak peduli. Si pedagang budak memaksanya bekerja keras membelah kayu.
Murianews, Kudus – Abu Nawas adalah salah satu tokoh paling terkenal dalam cerita rakyat yang penuh dengan kecerdasan dan humor yang menghibur. Sosok diadaptasi dari tokoh nyata, Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami, seorang penyair dan ahli sastra di era Khalifah Harun ar-Rasyid.
Cerita-cerita tentang Abu Nawas tidak hanya menghibur tetapi juga menyampaikan banyak pesan moral yang berharga bagi para penikmatnya. Dalam berbagai dongeng, Abu Nawas kerap menghadirkan kecerdikan yang luar biasa dalam menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu kisah yang paling menarik adalah bagaimana ia berhasil "menjual" sang raja, Khalifah Harun ar-Rasyid, kepada seorang penjual budak. Tindakan Abu Nawas ini bukan tanpa maksud, tentu saja.
Dikisahkan, Abu Nawas yang sejak kecil hidup dalam keterbatasan ekonomi, akhirnya dititipkan kepada seorang dermawan bernama Attar. Dengan bimbingan Attar, ia mendapatkan pendidikan yang baik hingga menjadi seorang hafiz Al-Qur'an.
Namun, kecerdasannya lebih dari sekadar ilmu agama. Abu Nawas juga memiliki kemampuan berpikir cepat dan jenaka dalam menghadapi berbagai situasi.
Suatu hari, Abu Nawas datang menghadap Khalifah Harun ar-Rasyid dan berkata dengan nada penuh misteri. Kali ini dirinya memiliki sebuah rencana agar sang raja bisa mengetahui keadaan yang terjadi di masyarakatnya.
"Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan hanya kepada Paduka yang mulia," ujar Abu Nawas.
Khilafah penasaran...
Khalifah yang terkenal dengan rasa ingin tahu yang tinggi segera menanggapi,
"Apa itu, wahai Abu Nawas?"
Dengan kecerdikannya, Abu Nawas semakin membuat sang raja penasaran dan meminta beliau menyamar sebagai rakyat biasa agar dapat melihat sesuatu yang luar biasa tanpa menarik perhatian banyak orang. Sang khalifah pun setuju dan mengikuti Abu Nawas ke sebuah hutan.
Di sana, Abu Nawas diam-diam menemui seorang penjual budak dan mengaku memiliki seorang budak yang hendak dijual. Namun, ia mengaku tidak tega melihatnya dijual di depan matanya sendiri.
Sang Badui, pedagang budak tidak mengetahui siapa sebenarnya orang yang akan dijual Abu Nawas. Namun akhirnya setuju dan memberikan Abu Nawas beberapa keping emas.
Sementara itu, Khalifah Harun ar-Rasyid masih menunggu tanpa mengetahui rencana Abu Nawas. Tak lama kemudian, sang penjual budak datang dan berkata kepadanya.
"Engkau sekarang adalah budakku." Tentu saja, sang khalifah terkejut dan marah. Ia mencoba membantah, tetapi sang Badui justru mengeluarkan surat jual beli yang baru dibuat Abu Nawas.
Ketika sang raja mencoba menjelaskan bahwa ia sebenarnya adalah Khalifah Harun ar-Rasyid, sang Badui tidak peduli. Si pedagang budak memaksanya bekerja keras membelah kayu.
Merasakan Kehidupan rakyat...
Dari sini, akhirnya Sang khalifah yang terbiasa dengan kehidupan mewah pun merasakan penderitaan rakyat kecil. Kafilah Harun ar-Rasyin yang harus bekerja keras demi sesuap nasi akhirnya menjalani kehidupan keras rakyatnya.
Ketika akhirnya sang khalifah tak tahan lagi, ia mengungkapkan identitas aslinya dan menunjukkan tanda kebesarannya. Melihat hal itu, sang Badui langsung berlutut ketakutan dan meminta ampun.
Meskipun awalnya marah besar, Khalifah Harun ar-Rasyid memilih mengampuni sang Badui karena ia memang tidak tahu bahwa budaknya adalah seorang raja.
Namun, kemarahan terhadap Abu Nawas tetap membara.
Sang khalifah bertekad untuk memberikan hukuman kepada si cerdik yang telah memperdayanya. Tapi Abu Nawas tetaplah Abu Nawas. Dengan kepandaian dan kecerdikannya, ia mampu memberikan pemahaman dari maksud tindakanya.
Khalifah Harun al-Rashid justru mendapatkan pencerahan ketika Abu Nawas menegaskan bahwa apa yang dilakukannya adalah untuk memberi tahu tentang kenyataan yang ada. Dengan cara itu, Khalifah Harun al-Rashid jadi mengetahuinya.
Setelah merenung, Khalifah akhirnya bisa mengerti dengan maksud dan tujuan dari tindakan yang dilakukan Abu Nawas. Berikutnya sang Khalifah melakukan perbaikan agar rakyatnya bisa hidup lebih baik.
Lolos dari hukuman...
Sekali lagi, Abu Nawas akhirnya lolos dari hukuman Khalifah Harun al-Rashid. Bahkan Abu Nawas semakin disayang dan dijadikan sebagai penasehat raja, yang selalu didengar pendapatnya.
Dari kisah ini, bisa mengambil beberapa pelajaran berharga. Seorang pemimpin harus memahami penderitaan rakyatnya, seperti yang dialami oleh Khalifah Harun ar-Rasyid saat merasakan bagaimana hidup sebagai rakyat biasa.
Kejujuran dan keadilan tetap harus dijunjung tinggi, meskipun dalam kisah ini, Abu Nawas menggunakan kelicikannya untuk memberikan pelajaran kepada sang raja. Namun pada akhirnya bisa memberikan kesadaran yang diperlukan.
Kisah-kisah Abu Nawas terus hidup dalam cerita rakyat, mengajarkan kebijaksanaan melalui humor dan kecerdikan yang tiada duanya. Tidak hanya menghibur, tetapi juga menyelipkan nilai-nilai moral yang mendalam bagi penikmatnya.