Kamis, 20 November 2025

Murianews, Kudus – Jasa penukaran uang kian menjamur saat mendekati waktu Lebaran Idulfitri. Mereka menawarkan penukaran uang menjadi pecahan Rp 2000, Rp 5000, Rp 10.000 dan Rp 20.000.

Penukaran uang itu dimaksudkan untuk membagikan THR yang didapatkan pada sanak saudara di hari Lebaran. Itu sudah menjadi sebuah tradisi di Indonesia.

Bagi-bagi THR itu disebut wisit bagi sebagian masyarakat jawa, atau angpao Lebaran. Namun, bagaimana hukum dari jasa penukaran uang recehan itu?

Dalam kanal YouTube bernama Al-Bahjah TV, Buya Yahya mengingatkan bisnis atau jasa penukaran uang itu bisa mendatangkan dosa, baik pada penyedianya maupun orang yang menukarkan uang.

Buya Yahya menyebut, terdapat sifat riba dalam transaksi tersebut meski tak termasuk dalam akad pinjam-meminjam uang.

Ia menjelaskan, salah satu macam riba adalah riba fadhl yang artinya orang menukar uang. Maka, tidak boleh ada perbedaan nilai dari yang ditukarkan.

”Kalau jual beli uang yang berbeda Dollar dengan Rupiah, tentu beda. Jadi kalau berbeda, maka boleh (ada perbedaan nilai). Akan tetapi kalau sama-sama Rupiah, sama-sama Dollar, tidak boleh ada perbedaan (nilai),” katanya, Kamis (28/3/2024).

Meski jasanya dinamakan tukar uang, namun praktiknya justru jual beli yang. Ia pun mengingatkan, bila menukarkan uang Rp 100 ribu, seharusnya nilai yang ditukarkan tetap utuh Rp 100 ribu meski dalam pecahan yang berbeda.

Namun, bila menukarkan uang Rp 100 ribu tapi yang didapatkan kurang dari jumlah yang ditukarkan, Buya Yahya menyebut itu sudah termasuk riba. Meskipun pembelinya sudah ada kerelaan hati.

”Sehingga Rp 100 ribu saya tuker dapat Rp95 ribu, Rp96 ribu, Rp90 ribu, itu hukumnya adalah riba, namanya riba fadhl, ada kelebihan di salah satunya, hukumnya adalah haram,” tegas Buya Yahya.

Meski begitu, Buya Yahya menyebut aca cara supaya jasa tukar uang untuk THR Lebaran itu tidak menimbulkan dosa. Salah satunya adalah dengan adanya akad.

”Pakai akad. Rp 100 ribu, dapat tukar Rp 100 ribu (dalam pecahan), cuma nanti jasa nukernya nanti harus ada dong. Harus ada akadnya yang berbeda di sini, ‘Ini lho (upah) jasamu’. Ada (akad) berbeda, sebenarnya yang menjadikan halal adalah karena akad yang benar,” jelas Buya Yahya.

Komentar

Terpopuler