Segala sesuatu bergantung kepada niatnya. Saat kita berkunjung kepada seseorang, hendaknya disertai niat yang baik dan mulia. Misalnya, berbakti kepada orang tua dan memuliakan mereka jika yang dikunjungi adalah orang tua.
Menyambung tali silaturahmi, memperkuat ikatan sesama muslim, memenuhi undangan jika sebelumnya ada undangan, membahagiakan orang yang dikunjungi, dan sebagainya.
Saat berkunjung atau bertamu hendaknya tidak dilakukan pada waktu istirahat atau saat orang baru pulang bepergian. Tujuannya agar tidak mengganggu waktu istirahat dan kenyamanannya.
Makanya, agar tuan rumah lebih siap, sebaiknya kita membuat janji atau jadwal terlebih dahulu.
Saat bertamu juga hendaknya tidak terlalu buru-buru, namun tidak pula terlalu lama, kecuali diminta oleh tuan rumah. Kendati harus menginap, dianjurkan oleh Rasulullah saw. paling lama sampai tiga hari.
الضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ، أَلَا فَلْيَرْتَحِلِ الضَّيْفُ، وَلَا يَشُقَّ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ
Artinya: ”Hak menjamu tamu itu hanya tiga hari. Lebih dari itu adalah sedekah. Maka (setelah itu) hendaknya tamu pergi, sehingga tidak memberatkan tuan rumah.” (HR. Ahmad).
Tidak membeda-bedakan atau memilih-milih orang yang dikunjungi, baik yang kaya maupun yang miskin, baik pejabat maupun sipil.
Hanya saja, sudah menjadi tuntunan syariat dan budaya yang berlaku, yang lebih muda datang kepada yang lebih sepuh, bawahan datang kepada atasan, dan seterusnya. Apa pun keadaan mereka, hendaknya tidak menjadi halangan bagi kita untuk menemui dan mengunjunginya.
Murianews, Kudus – Hari raya Idulfitri atau Lebaran merupakan momen istimewa bagi semua orang untuk berkumpul dengan keluarga tercinta.
Bahkan, demi bisa Lebaran bersama ini, ada jutaan orang yang rela mudik ke kampung halaman dengan menempuh segala kesulitan bahkan bahaya.
Selain itu, saat Lebaran juga jadi kesempatan untuk bersilaturahmi ke tempat teman, saudara, relasi hingga tetangga. Meski hanya sebentar, kesempatan bertemu di hari kemenangan ini terasa istimewa.
Dalam ajaran Islam, silaturahmi memang sangat dianjurkan karena banyak keutamaannya. Di antaranya dapat meluaskan rezeki dan memanjangkan usia.
Namun, seringkali kegiatan mulia itu menjadi kurang khidmat dan keutamaannya karena tercederai sikap dan tindakan kita sendiri yang tak sepatutnya dilakukan.
Maka dari itu, demi menjaga kekhidmatan silaturahmi di saat Lebaran, penting mengetahui bagaimana adab bertamu dan silaturahmi saat Lebaran yang baik dalam tuntunan syariat.
Melansir NU Online, beberapa di antaranya disarikan dari Kitab Ihya ‘Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali. (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Darut Taqwa], jilid II, halaman 17-25; dan Muhammad Nashruddin Muhammad, Fashlul Khithab, jilid IX, halaman 455).
Dalam kitab tersebut diuraikan apa saja yang harus diperhatikan saat kita bertamu atau berkunjung ke rumah seseorang. Baik itu orang tua, guru, saudara, kerabat, teman, ataupun kolega.
Adab Bertamu...
Berikut adab bertamu saat lebaran:
1. Niat Silaturahmi
Segala sesuatu bergantung kepada niatnya. Saat kita berkunjung kepada seseorang, hendaknya disertai niat yang baik dan mulia. Misalnya, berbakti kepada orang tua dan memuliakan mereka jika yang dikunjungi adalah orang tua.
Menyambung tali silaturahmi, memperkuat ikatan sesama muslim, memenuhi undangan jika sebelumnya ada undangan, membahagiakan orang yang dikunjungi, dan sebagainya.
2.Waktu Silaturahmi
Saat berkunjung atau bertamu hendaknya tidak dilakukan pada waktu istirahat atau saat orang baru pulang bepergian. Tujuannya agar tidak mengganggu waktu istirahat dan kenyamanannya.
Makanya, agar tuan rumah lebih siap, sebaiknya kita membuat janji atau jadwal terlebih dahulu.
3. Tidak Terburu-Buru
Saat bertamu juga hendaknya tidak terlalu buru-buru, namun tidak pula terlalu lama, kecuali diminta oleh tuan rumah. Kendati harus menginap, dianjurkan oleh Rasulullah saw. paling lama sampai tiga hari.
الضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ، أَلَا فَلْيَرْتَحِلِ الضَّيْفُ، وَلَا يَشُقَّ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ
Artinya: ”Hak menjamu tamu itu hanya tiga hari. Lebih dari itu adalah sedekah. Maka (setelah itu) hendaknya tamu pergi, sehingga tidak memberatkan tuan rumah.” (HR. Ahmad).
4.Tidak Pilih-Pilih
Tidak membeda-bedakan atau memilih-milih orang yang dikunjungi, baik yang kaya maupun yang miskin, baik pejabat maupun sipil.
Hanya saja, sudah menjadi tuntunan syariat dan budaya yang berlaku, yang lebih muda datang kepada yang lebih sepuh, bawahan datang kepada atasan, dan seterusnya. Apa pun keadaan mereka, hendaknya tidak menjadi halangan bagi kita untuk menemui dan mengunjunginya.
Menjaga Sikap...
5. Tidak Bermaksud Cari Makan Gratis
Kedatangan kita ke tempat seseorang atau ke suatu jamuan, jangan sampai dimaksudkan untuk memenuhi keinginan makan atau mencari kenikmatan hidangan secara gratis.
Kendati disiapkan hidangan, terima dan cicipilah dengan senang hati meski merasa sedikit kenyang, menerimanya tidak berlebihan, berusaha menghabiskan makanan yang sudah di piring, dan selalu meluruskan niat.
Seperti mencari kekuatan ibadah, menuai keberkahan makan bersama, dan sebagainya.
6. Menjaga Sikap
Tetap menjaga sikap dan sopan santun di hadapan tuan rumah dan keluarganya, seperti mengucap salam, menyalami orang yang hadir, duduk di tempat yang diinginkan tuan rumah.
Jangan sampai melontarkan candaan atau perkataan berlebihan yang sekiranya menyinggung perasaan tuan rumah. Jangan terlalu memperhatikan keadaan seisi rumah.
Jangan duduk di depan ruangan perempuan atau menghalangi orang lewat. Tidak banyak bertanya kepada tuan rumah kecuali hal penting saja seperti toilet dan tempat salat. Tidak beranjak keluar atau pulang sebelum mendapat izin dari tuan rumah.
7. Tunjukkanlah selalu perbuatan yang membahagiakan tuan rumah
Bahkan, demi membahagiakannya, saat berpuasa sekalipun pun kita diperbolehkan berbuka selama puasa yang ditunaikan adalah puasa sunah, bukan puasa wajib.
أَنْ لَا يَمْتَنِعَ لِكَوْنِهِ صَائِمًا بَلْ يَحْضُرُ فَإِنْ كَانَ يَسُرُّ أَخَاهُ إِفْطَارُهُ فَلْيُفْطِرْ وَلْيَحْتَسِبْ فِي إِفْطَارِهِ بِنِيَّةِ إِدْخَالِ السُّرُورِ عَلَى قَلْبِ أَخِيهِ ... وذلك في صوم التطوع
Artinya: ”Memenuhi undangan hendaknya jangan sampai terhalang oleh keadaan seseorang sedang berpuasa. Tetap datanglah menghadirinya. Bahkan, jika berbuka adalah hal lebih menyenangkan saudaranya, maka berbukalah. Perhatikan pula, saat ia berbuka, harus diniatkan memberikan kesenangan dalam hati saudaranya. Namun, itu dilakukan dalam puasa sunat.” (ِl-Ghazali, II/20).
Bingkisan...
8. Menghindari Fitnah
Untuk menghindari fitnah, seorang laki-laki hendaknya tidak bertamu ke rumah seorang yang tuan rumahnya perempuan sendirian kecuali si laki-laki membawa istri atau keluarga istrinya yang lain.
9. Tidak Pamer Kekayaan
Memenuhi undangan, silaturahmi, atau berkunjung kepada seseorang bukan ajang untuk pamer kekayaan atau barang yang kita miliki.
Sebab, penampilan yang berlebihan bisa saja membuat orang yang dikunjungi merasa minder, malu, dan tidak nyaman. Maka berpenampilanlah secara sederhana dan seperlunya saja.
10. Membawa Bingkisan
Termasuk membahagiakan tuan rumah adalah membawa bingkisan atau buah tangan, baik untuk si pemilik rumah, keluarga, atau anak-anaknya. Namun ini bukan satu keharusan, sehingga menjadi penghalang tercapainya silaturahmi.
