Kamis, 20 November 2025

Berbeda dengan orang yang tidak memungkinkan mengqadha, semisal uzur sakit atau perjalanannya (safar) berlanjut hingga memasuki Ramadan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya, ia hanya diwajibkan mengqadha puasa.

Menurut pendapat al-Ashah, fidyah kategori ini menjadi berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun.

Semisal orang punya tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2018, ia tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadan tahun 2020, maka dengan berlalunya dua tahun (dua kali putaran Ramadan), kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud.  

Syekh Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan: 

 (ومن أخر قضاء رمضان مع إمكانه) بأن كان مقيما صحيحا. (حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد) وأثم كما ذكره في شرح المهذب وذكر فيه أنه يلزم المد بمجرد دخول رمضان، أما من لم يمكنه القضاء، بأن استمر مسافرا أو مريضا حتى دخل رمضان فلا شيء عليه بالتأخير، لأن تأخير الأداء بهذا العذر جائز فتأخير القضاء أولى بالجواز.

Artinya: ”Orang yang mengakhirkan qadha Ramadan padahal imkan (ada kesempatan), sekira ia mukim dan sehat, hingga masuk Ramadan yang lain, maka selain qadha ia wajib membayar satu mud makanan setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan orang tersebut berdosa seperti yang disebutkan al-Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab.

Di dalam kitab tersebut, beliau juga menyebut bahwa satu mud makanan diwajibkan dengan masuknya bulan Ramadan.

Adapun orang yang tidak imkan mengqadha, semisal ia senantiasa bepergian atau sakit hingga masuk Ramadan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya dengan keterlambatan mengqadha.

Sebab mengakhirkan puasa ada’ disebabkan uzur baginya adalah boleh, maka mengakhirkan qadha tentu lebih boleh”. 

Menurut pendapat al-ashah, satu mud menjadi berlipat ganda dengan berlipatnya beberapa tahun. Menurut pendapat kedua, tidak menjadi berlipat ganda, maksudnya cukup membayar satu mud dari beberapa tahun yang terlewat”. (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, hal. 87).  

Komentar

Terpopuler