Rabu, 19 November 2025

Adapun riwayat Nabi saw salat gaib atas dua sahabatnya yang gugur dalam perang Mu’tah juga tak dapat dijadikan pijakan hukum, karena hadisnya dinyatakan mursâl (putus dari perawi sahabat), dan perawinya, Imam al-Waqidi, yang meriwayatkannya dalam kitab al-Maghâzi dinyatakan dha’îf. Syekh al-Adhim al-Abdi mengatakan:

”Hadisnya tergolong hadis mursal, sedangkan al-Waqidi adalah perawi yang sangat lemah.” (Syamsul Haqq al-Adhim al-Abdi, Aunul Ma’bûd Syarhu Sunan Abi Dawûd, juz IX, halaman 21).    

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa satu-satunya dalil yang layak menjadi sumber hukum salat gaib adalah hadis tentang Raja Najasyi.

Niat Salat Gaib 

Salat gaib memiliki hukum yang sama dengan salat jenazah yang ada di tempat, yakni fardhu kifâyah. Artinya, salat gaib cukup untuk menggugurkan kewajiban salat jenazah, dengan catatan diketahui secara nyata bahwa ada orang yang telah melakukannya.

Untuk niatnya, dapat diklasifikasi tergantung jenis kelamin, jumlah jenazah dan status mushalli-nya apakah menjadi imam, makmum, atau salat sendiri.   

Bila jenazahnya laki-laki maka lafal niatnya adalah:    

صَلِّي عَلَى مَيِّتِ (فُلَانِ) الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامًا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى  

Ushallî ‘alâ mayyiti (fulân) al-ghâ-ibi arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.   

Artinya: ”Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”       

Bila jenazahnya perempuan, maka lafal niatnya adalah:

  أُصَلِّي عَلَى مَيِّتَةِ (فُلَانَةٍ) الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامًا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى  

Ushalli ‘ala mayyitati ‘fulanah’ al-gaibati arba’a takbiratin fardhal kifayâti imaman/ma’muman lillahi ta’ala.   

Artinya: ”Saya menyalati jenazah ‘Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”     

Bila jenazahnya adalah dua laki-laki/satu laki-laki dan satu perempuan/dua perempuan, maka lafal niatnya:

  أُصَلِّي عَلَى مَيِّتَيْنِ/مَيِّتَتَيْنِ (فُلَانٍ وَفُلَانٍ-فُلَانٍ وَفُلَانَةٍ/فُلَانَةٍ وَفُلَانَةٍ) الْغَائِبَيْنِ/الْغَائِبَتَيْنِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامَا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى  

Ushallî ‘alâ mayyitaini/mayyitataini ‘Fulânin wa Fulânin—Fulân wa Fulânah/Fulanâh wa Fulânah’ al-gaibaini/al-gaibataini arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.

Artinya: ”Saya menyalati dua jenazah ‘Si Fulan dan Si Fulan/Si Fulan dan Si Fulanah/Si Fulanah dan Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”     

Bila jenazahnya banyak, misalnya korban bencana alam yang menimpa satu desa, maka lafal niatnya adalah:

أُصَلِّي عَلَى جَمِيعِ مَوْتَى قَرْيَةِ كَذَا الْغَائِبِينَ الْمُسْلِمِينَ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامَا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî ‘alâ jamî’i mautâ qaryati kadzâl gaibînal muslimîna arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.   

Artinya: ”Saya menyalati seluruh umat muslim yang jadi korban di desa ‘...’ (sebutkan nama desanya) yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”   

Namun, bila dirasa sulit menghafalkan teks arabnya, kita boleh menggunakan terjemahnya baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah masing-masing.  

Tata Cara Salat Gaib

Salat gaib hukumnya sah sebagaimana salat jenazah. Begitupula bacaan dan segala caranya sama dengan salat jenazah. Dengan empat takbir tanpa rukuk dan sujud. 

Diawali dengan niat, kemudian membaca surat al-fatihah setelah takbir pertama (takbiratul ihram). Kemudian takbir kedua membaca selawat atas nabi minimal shalawat pendek ”allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad”.

Lalu mendoakan mayit setelah takbir ketiga yang berbunyi:

    اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه

Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa ‘afihi wa’fu anhu (untuk Jenazah laki-laki) Allahummaghfirlaha, warhamha, wa ‘afihi wa’fu anha (untuk Jenazah perempuan) Artinya: ”Ya Allah ampuniah dia, berilah dia rahmat dan sejahterakan serta maafkanlah dia.”

Dan terakhir, setelah rakaat keempat disunnahkan membaca doa sebelum salam.   Adapun doa setelah takbir keempat adalah:

 اللهم لاتحرمنا أجره ولاتفتنا بعده واغفرلنا وله 

Allahumma la tahrimna ajrahu wala taftinna ba’dahu waghfirlana walahu

Artinya: ”Ya Allah, janganlah Engkau halangi pahalanya yang akan sampai kepada kami, dan jangan Engkau memberi fitnah kepada kami sepeninggalnya serta ampunilah kami dan dia.”

Syarat Sah Salat Gaib 

Syarat sah salat gaib selain syarat-syarat pada umumnya, setidaknya terangkum dalam dua hal berikut:   

Pertama, jenazah berada di luar daerah yang jauh dari jangkauan, atau di tempat yang dekat namun sulit dijangkau. Karena itu, jika masih berada dalam daerah, walaupun jauh dan tak sulit dijangkau, maka tidak sah melakukan salat gaib. Demikian pula kalau jenazahnya berada di batas daerah, dan kita dekat dengan tempat tersebut, maka tidak sah melakukan salat gaib.   

Kedua, telah mengetahui atau menduga kuat bahwa jenazahnya sudah dimandikan. Kalau tidak, maka salat gaibnya tidak sah. Namun, bila ia menggantungkan salat Gaibnya dengan sucinya jenazah tersebut (bahwa telah dimandikan), salatnya dihukumi sah. Misalnya, dalam niat ia mengatakan, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan’... dan seterusnya, dengan catatan di sudah suci atau sudah dimandikan ...” maka salatnya juga sah.

Komentar

Terpopuler