Kamis, 15 Mei 2025

Murianews, Jakarta – Masyarakat muslim Indonesia yang hendak menjalankan ibadah haji di Tanah Suci, menjelang keberangkatan biasanya melaksanakan walimatussafar. Calon jemaah haji mengundang para saudara, kerabat dekat, tetangga, hingga handai taulan untuk meminta maaf dan meminta doa.

Tradisi walimatussafar ini memang sudah lazim di Indoensia. Tetapi, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hukum sebenarnya dari pesta pemberangkatan haji tersebut.

Dalam kamus Bahasa Arab, kata ”walimah” mempunyai arti perjamuan atau pesta. Sementara kata ”safar” mempunyai arti perjalanan. Secara etimologi, walimatussafar bisa diartikan persta perjalanan calon jemaah haji.  

Sementara dalam Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Agus Arifin, istilah walimatussafar sendiri tidak ditemukan dan tidak dikenal dalam literatur Islam.

Istilah ini baru muncul pada tahun 1970-an, dan lebih dikenal sebagai ”selamatan” atau ”syukuran”, yang dimaksudkan bagi mereka yang akan melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci.

Mengutip dari laman NU Online, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Lampung, KH Munawir menegaskan, upacara walimatussafar tersebut merupakan sunah yang telah dilaksanakan oleh umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW.

”Mengadakan walimatul haji atau acara tasyakuran yang diadakan setelah seseorang pulang dari mengadakan perjalanan jauh adalah termasuk perbuatan yang disunahkan. Jadi walimatussafar itu bukan kegiatan yang tidak memiliki dasar sama sekali,” tegas Kiai Munawwir.

Lebih lanjut, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung ini juga mengutip beberapa hadis yang menjadi landasan kesunahan walimatussafar. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Jabir RA.

”Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah SAW ketika pulang dari Madinah melakukan penyembelihan kambing atau sapi,” kata Kiai Munawwir.

Komentar

Religi Terkini

Terpopuler