Mendengar jawaban tersebut, Abu Nawas pun tersenyum dan mengangkat lampu minyaknya tinggi-tinggi. Apa yang diinginkannya, rupanya telah terjadi.
Orang-orang itu terdiam sejenak, lalu menjawab, "Neraka ada di akhirat dan itu milik Allah!"
Abu Nawas kembali menimpali, "Kalau begitu, mengapa kalian yang ada di dunia ini suka menentukan siapa yang masuk neraka? Apakah kalian asisten Allah yang tahu bocoran catatan-Nya? Atau jangan-jangan kalianlah yang sebenarnya gila?"
Mendengar hal itu, Khalifah Harun Al-Rasyid tertawa terbahak-bahak. Dengan nada bercanda, ia pun berkata, "Abu Nawas, besok siang lanjutkan pencarianmu! Jika sudah ketemu neraka, jebloskan orang-orang ini ke dalamnya!"
Kisah ini secara ringan telah mengajarkan kepada semua orang tentang pentingnya berpikir kritis dan tidak mudah menghakimi orang lain. Sikap suka menentukan siapa yang pantas masuk neraka adalah tindakan yang tidak bijaksana.
Sikap yang meganggap diri paling benar dan orang lain salah, tidak dibenarkan. Hanya Tuhan yang berhak menentukan segala sesuatu di akhirat. Pesan moral seperti ini, bahkan masih relevan hingga saat ini.
Murianews, Kudus – Abu Nawas adalah tokoh yang namanya begitu lekat dalam kisah-kisah lucu namun penuh kebijaksanaan. Dalam cerita 1001 malam yang terkenal, Abu Nawasa dikenal sebagai sosok cerdas yang mampu mengatasi berbagai persoalan dengan cara jenaka dan penuh akal.
Namun, di balik kisah-kisah lucu yang melegenda, Abu Nawas ternyata terinspirasi dari seorang tokoh nyata, yaitu Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia adalah seorang penyair dan ahli sastra terkenal di zamannya.
Dalam kisahnya, sebagai penyair, Abu Nawas memiliki kemampuan luar biasa dalam merangkai kata-kata yang tidak hanya menghibur, tetapi juga penuh makna mendalam. Kisah-kisah tentang dirinya nilai moral yang bisa diresapi.
Memasuki Ramadan ini, kisah-kisah Abunawas layak untuk kembali dinikmati, sebagai sebuah perenungan. Beberapa kisah Abu Nawas pilihan, yang paling relevan dengan perkembangan zaman, layak disimak.
Abu Nawas Mencari Neraka di Siang Hari
Kisah Abu Nawas Mencari Neraka yang satu ini mungkin sudah banyak diketahui. Namun sekali lagi, kisah ini masih tetap relevan untuk disimak, apalagi di tengah bulan suci Ramadan seperti saat ini. Dari berbagai literatur, berikut kisahnya:
Alkisah, ketika beranjak dewasa, Abu Nawas belajar berbagai ilmu agama dan sastra. Kecerdasannya yang luar biasa membawanya menjadi staf ahli Khalifah Harun Al-Rasyid.
Namun, di tengah kehidupannya yang berwarna, ada satu kisah unik yang membuat warga Baghdad terheran-heran. Pada suatu siang, Abu Nawas berjalan-jalan di sekitar kota sambil membawa lampu minyak yang terus ia goyangkan.
Membuat bingung...
Ia berhenti di setiap sudut rumah dan mengamati sekelilingnya. Tindakan aneh ini membuat warga bingung. Juga sangat menarik perhatian banyak orang.
"Abu Nawas mulai gila," bisik salah seorang warga yang melihat kelakuannya.
Namun, Abu Nawas tak peduli. Keesokan harinya, ia melakukan hal yang sama, kali ini lebih pagi. Beberapa warga akhirnya tak tahan dan bertanya kepadanya,
"Abu Nawas, apa yang sedang kamu cari di siang hari dengan lampu minyak itu?"
Dengan tenang, ia menjawab, "Saya sedang mencari neraka."
Warga pun semakin yakin bahwa Abu Nawas telah kehilangan akal. Mereka pun menangkapnya karena dianggap mengganggu ketertiban. Namun, di balik kejadian itu, ada pihak-pihak yang justru senang melihatnya dipermalukan, terutama musuh-musuh politik Khalifah Harun Al-Rasyid.
Mendengar kabar bahwa penasihatnya bertingkah aneh dan ditangkap, sang khalifah pun geram dan memanggilnya. Abu Nawas dibawa ke hadapannya.
Abu Nawas dianggap Gila...
"Abu Nawas, apa yang sedang kamu lakukan? Apakah kamu sudah gila?" tanya Harun Al-Rasyid dengan nada tinggi.
"Tidak, paduka. Saya sedang mencari neraka," jawab Abu Nawas dengan santai.
Khalifah semakin bingung. "Apa maksudmu?"
Abu Nawas pun meminta agar orang-orang yang menangkapnya dikumpulkan. Setelah mereka berkumpul, ia bertanya kepada mereka, dan mulai melancarkan keahlianya bersilat kata.
"Wahai kalian yang merasa waras, apakah kalian sering menganggap orang yang berbeda pikiran dan pilihan dengan kalian sebagai munafik?"
"Benar!" jawab mereka.
"Apakah kalian juga mengatakan bahwa para munafik itu sesat?"
"Betul! Dasar sesat!" sahut mereka dengan lantang.
"Kalau begitu, menurut kalian, apa konsekuensinya bagi orang-orang yang kalian sebut sesat dan munafik ini?"
"Jelas! Mereka pasti masuk neraka!" jawab mereka dengan penuh keyakinan.
Tersenyum...
Mendengar jawaban tersebut, Abu Nawas pun tersenyum dan mengangkat lampu minyaknya tinggi-tinggi. Apa yang diinginkannya, rupanya telah terjadi.
"Kalau begitu, di mana neraka itu? Siapa pemilik neraka?"
Orang-orang itu terdiam sejenak, lalu menjawab, "Neraka ada di akhirat dan itu milik Allah!"
Abu Nawas kembali menimpali, "Kalau begitu, mengapa kalian yang ada di dunia ini suka menentukan siapa yang masuk neraka? Apakah kalian asisten Allah yang tahu bocoran catatan-Nya? Atau jangan-jangan kalianlah yang sebenarnya gila?"
Mendengar hal itu, Khalifah Harun Al-Rasyid tertawa terbahak-bahak. Dengan nada bercanda, ia pun berkata, "Abu Nawas, besok siang lanjutkan pencarianmu! Jika sudah ketemu neraka, jebloskan orang-orang ini ke dalamnya!"
Kisah ini secara ringan telah mengajarkan kepada semua orang tentang pentingnya berpikir kritis dan tidak mudah menghakimi orang lain. Sikap suka menentukan siapa yang pantas masuk neraka adalah tindakan yang tidak bijaksana.
Sikap yang meganggap diri paling benar dan orang lain salah, tidak dibenarkan. Hanya Tuhan yang berhak menentukan segala sesuatu di akhirat. Pesan moral seperti ini, bahkan masih relevan hingga saat ini.
Hikmah Cerita...
Dalam kisah ini, Abu Nawasa mengajak masyarakat harus lebih berhati-hati dalam menilai orang lain. Selain itu juga harus bisa instropeksi untuk memperbaiki diri sendiri.
Kisah Abu Nawas tidak hanya menghibur, tetapi juga penuh hikmah yang relevan hingga saat ini. Dengan cara jenaka dan kecerdasannya, ia mengingatkan kita untuk tidak mudah terprovokasi dan selalu mengedepankan kebijaksanaan dalam bersikap.