Handphone Mendadak Berdering Saat Salat, Bagaimana Sebaiknya?
Dani Agus
Selasa, 4 Juni 2024 22:04:00
Murianews, Kudus – Handphone atau smartphone saat ini merupakan kebutuhan vital bagi banyak orang untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Bahkan, keberadaan perangkat komunikasi ini seolah tak bisa jauh dari jangkauan.
Namun, keberadaan handphone atau HP ini terkadang juga bisa mengganggu. Salah satunya, ketika handphone mendadak berdering ketika salat berjemaah karena lupa mematikan. Apalagi, kalau nada deringnya berupa lagu dan volumenya keras.
Jika mengalami kondisi seperti ini, bagaimana sikap yang tepat?
Melansir dari NU Online, HP berdering di pertengahan salat tidak lepas dari dua kasus. Pertama, dalam kondisi salat sendirian, misalkan di rumah. Kedua, dalam kondisi salat berjemaah.
Baik saat salat sendirian atau berjemaah, hukum membatalkan salat karena handphone berdering pada dasarnya tidak diperbolehkan. Kecuali bila dering handphone dapat mengganggu orang tidur atau jamaah lain dalam taraf yang diharamkan. Mengganggu yang diharamkan adalah gangguan yang sampai taraf melampaui kewajaran (la yuhtamalu ‘adatan). Sedangkan gangguan yang ringan, semisal karena volume dering HP tidak terlalu keras, bukan termasuk mengganggu yang diharamkan, namun hukumnya hanya makruh.
Demikian pula termasuk kondisi yang dibolehkan memutus salat saat HP berdering, bila salat dilakukan di masjid dan nada dering HP adalah lagu-lagu yang tidak etis, semisal lagu yang liriknya mesum. Bunyi nada dering HP tersebut diharamkan karena termasuk merusak kehormatan masjid. Dalam kondisi boleh membatalkan salat karena menimbulkan unsur keharaman sebagaimana dijelaskan di atas, diperbolehkan bagi orang yang salat membatalkan salatnya apabila tidak memungkinkan mematikan HP tanpa memutus salatnya.
Bila masih memungkinkan, maka wajib mematikan dering HP dan tetap melanjutkan salat. Sebagian ulama memperbolehkan memutus salat bila terdapat insiden di tengah salat yang dapat menghilangkan kekhusyukan. Berpijak dari pendapat ini, diperbolehkan bagi mushalli (pelaku salat) yang ponselnya berdering di pertengahan salat, membatalkan salatnya bila hal tersebut dapat menghilangkan konsentrasinya. Biasanya orang yang hp nya berdering saat salat, konsentrasinya bubar dan bingung.
Pendapat ini bisa menjadi solusi dalam situasi tertentu. Penjelasan di atas merujuk kepada beberapa referensi berikut ini:
ومنها (قطع الفرض) أداء كان أوقضاء ولو موسعا وصلاة كان أو غيرها كحج وصوم واعتكاف بأن يفعل ما ينافيه لأنه يجب إتمامه بالشروع فيه لقوله تعالى ولا تبطلوا أعمالكم ومن المنافي أن ينوي قطع الصلاة التي هو فيها ولو إلى صلاة مثلها
Artinya: ”Di antara makshiat badan adalah memutus ibadah fardu, baik ada’ atau qadla’, meski ibadah yang dilapangkan waktunya, baik ibadah salat atau lainnya seperti haji, puasa dan iktikaf. Memutus ibadah fardu maksudnya dengan sekira melakukan perkara yang merusaknya, sebab ibadah fardu wajib disempurnakan ketika sudah berlangsung pelaksanaannya, berdasarkan firman Allah Swt, dan janganlah kalian membatalkan amal-amal kalian. Termasuk perkara yang merusak salat adalah niat memutus salat yang tengah dilakukan, meski berpindah niatnya menuju salat yang lain.” (Syekh Muhammad bin Salim bin Sa’id Babashil, Is’ad al-Rafiq, hal. 121).
Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi menegaskan, seseorang yang memakai pakaian hasil ghasab (curian), wajib bagi dia untuk melepasnya di tengah-tengah salat. Bila tidak memungkinkan kecuali dengan membatalkan salat, maka wajib membatalkan salat.
Dalam titik ini, dering HP di tengah salat yang menimbulkan keharaman sebagaimana di atas dianalogikan dengan kasus memakai pakaian hasil ghasab sebagaimana dijelaskan Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, dengan titik temu berupa timbulya keharaman yang wajib dijauhi saat salat. Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi menegaskan:
ولو أحرم في ثوب مغصوب فإن لم يتمكن من غيره وجب نزعه والاستمرار في الصلاة ، وإن تمكن منه ومن نزع المغصوب ولبس غيره بلا زمن تبدو فيه العورة وجب وإلا فيحتمل وجوب النزع وقطع الصلاة فليحرر
Artinya: ”Bila seseorang takbiratul ihram dengan memakai pakaian ghasaban, bila tidak mungkin memakai pakaian lain (yang halal), maka wajib melepasnya dan melanjutkan salat. Bila memiliki pakaian lain (yang halal) dan mungkin memutus pakaian ghasaban, dengan tanpa melewati masa yang di dalamnya tampak auratnya, maka wajib melepas pakaian ghasaban tersebut (dan memakai pakaian yang halal). Bila tidak memungkinkan demikian, maka terdapat kecenderungan wajib melepasnya dan memutus salat. Maka telitilah kembali.” (Syekh Ibnu Qasim al-‘Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 18-19).
Berkaitan dengan keharaman mengganggu orang lain yang diharamkan, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
ـ (ويحرم) على كل أحد (الجهر) في الصلاة وخارجها (إن شوش على غيره) من نحو مصل أو قارئ أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه وما ذكره من الحرمة ظاهر لكنه ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خف التشويش
Artinya: ”Haram bagi siapapun mengeraskan suara di dalam dan di luar salat, bila hal tersebut dapat mengganggu orang lain, baik orang salat, pembaca Al-Qur’an atau orang tidur, karena menimbulkan mudarat. Mengganggu tidaknya dikembalikan kepada orang yang terganggu meski fasiq, karena hal tersebut tidak bisa diketahui kecuali darinya. Pendapat yang dijelaskan mushannif berupa keharaman mengganggu adalah jelas, namun bertentangan dengan statemen kitab al-Majmu’ dan lainnya. Sesungguhnya dalam kitab tersebut seakan menegaskan ketiadan hukum haram. Kecuali pendapat dalam kitab al-Majmu’ tersebut diarahkan pada mengganggu yang ringan.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim, juz 2, hal. 396-397).
Mengomentari referensi di atas, Syekh Mahfuzh al-Tarmasi menegaskan:
ـ (قوله على ما إذا خف التشويش) أي وما ذكره المصنف من الحرمة على إذا اشتد وعبارة الإيعاب ينبغي حمل قول المجموع وإن آذى جاره على إيذاء خفيف يتسامح به بخلاف جهر يعطله عن القراءة بالكلية انتهى
Artinya: ”Ucapan Syekh Ibnu Hajar, diarahkan pada mengganggu yang ringan, maksudnya, keterangan yang disebutkan mushannif (Syekh Ibnu Hajar) berupa keharaman mengganggu diarahkan kepada gangguan yang berat. Redaksi kitab al-I’ab menegaskan, seyogyannya statemen kitab al-Majmu’, (makruh) meski menyakiti tetangganya, diarahkan kepada menyakiti dalam taraf ringan yang ditolerir secara umum, berbeda dengan mengeraskan bacaan yang dapat menghambat bacaan jamaah lain secara total.” (Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Mauhibatu Dzi al-Fadli ‘Ala al-Minhaj al-Qawim, juz 2, hal. 396-397)
Nada dering yang sampai menghina kehormatan masjid dianalogikan dengan keharaman berjoged di masjid, sebagaimana keterangan referensi berikut ini:
وقال في تسهيل المقاصد " يحرم الرقص في المسجد مع الضرب بالكف وكذا مع عدم الضرب بالكف لما فيه من المفاسد كامتهانه وانتهاك حرمته وتقطيع حصره وحصول الأوساخ فيه واجتماع الصبيان وأهل البطالة
Artinya: ”Berkata dalam kitab Tashil al-Maqashid, haram berjoget di masjid disertai tepuk tangan. Demikian pula haram tanpa bertepuk tangan, karena terdapat beberapa mafsadah, seperti menghina masjid, merusak kehormatannya, merusak tikarnya, mengotorinya, mengundang berkumpulnya anak-anak kecil dan para pengangguran.” (Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Ahdal, ‘Umdah al-Mufti wa al-Mustafti, juz 1, hal. 81).
Pendapat sebagian ulama yang membolehkan membatalkan salat ketika terjadi perkara yang mengakibatkan hilangnya kekhusyukan, dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya sebagai berikut:
ـ (والصلاة حاقنا) بالنون أي بالبول (أو حاقبا) بالباء أي بالغائط أو حاذقا أي بالريح للخبر الآتي ولأنه يخل بالخشوع بل قال جمع إن ذهب به بطلت الى أن قال وجوز بعضهم قطعه لمجرد فوت الخشوع به وفيه نظر
Artinya: ”Dan makruh salat menahan kencing dan buang air besar atau menahan kentut, karena hadits yang telah lewat dan dapat merusak kekhusyukan, bahkan sekelompok ulama berpendapat, bila hilang kekhusyukan, maka batal salatnya. Sebagian ulama membolehkan memutus halat karena hilangnya kekhusyukan, dan pendapat ini perlu dikaji ulang. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, Juz 1, hal. 238)
Demikianlah penjelasan mengenai sikap yang tepat ketika hp berdering di pertengahan salat dan hukum membatalkannya. Seyogianya, sebelum salat dimulai, gadget dipastikan nonaktif atau minimal dibuat mode diam, sehingga tidak terjadi hal-hal yang diinginkan saat salat berlangsung. Demikian, semoga bermanfaat.



