Rabu, 19 November 2025


Kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa ia masih hidup pada malam hari raya Idulfitri dan memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari.

Kewajiban bagi setiap muslim saat Idulfitri adalah menunaikan zakat fitrah. Kewajiban rukun Islam yang keempat ini mulai berlaku sejak tahun kedua hijriah tepat sebelum disyariatkannya kewajiban puasa Ramadan.

Baca juga: Doa Menerima Zakat Fitrah: Lengkap dengan Arab, Latin, dan Artinya

Zakat fitrah merupakan salah satu ibadah yang hanya wajib ditunaikan di bulan Ramadan. Membayar zakat fitrah bagi seseorang berfungsi sebagai penyempurna ibadah puasa yang dijalankan selama bulan Ramadan.

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa pertanyaan seputar orang-orang yang wajib membayar zakat fitrah. Salah satunya tentang bayi dalam kandungan, apakah wajib bagi keluarganya untuk membayarkan zakat fitrah?

Melansir dari NU Online, Sabtu (15/4/2023), Zakat fitrah merupakan kewajiban setiap Muslim, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, pun dewasa. Namun, apakah bayi dalam kandungan atau janin termasuk dalam kelompok wajib zakat?

Bayi yang masih dalam kandungan atau janin menurut madzhab Syafi’i tidak dikenakan wajib zakat fitrah.
Hal ini juga sebagaimana dikemukan Muhyiddin Syaraf An-Nawawi. Menurut beliau, Ibnu Mundzir menyuguhkan ijma’ atau konsensus para ulama yang menyatakan tidak wajib zakat fitrah untuk janin.

 لَا تَجِبُ فِطْرَةُ الْجَنِينِ لَاعَلَي أَبِيهِ وَلَا فِي مَالِهِ بِلَا خِلَافٍ عِنْدَنَا

Artinya: ”Di antara kami (madzhab Syafi’i) tidak ada perbedaan pendapat bahwa tidak wajib zakat fitrah bagi janin, tidak juga wajib bagi bapaknya bahkan tidak wajib zakat pula pada hartanya....”. (Lihat, Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah-Maktabah Al-Irsyad, Juz VI, halaman 105).Ketidakwajiban ini bukan berarti kemudian tidak diperbolehkan menzakati janin yang masih dalam kandungan. Menurut penuturan Ibnu Mundzir, Imam Ahmad bin Hanbal menghukumi sunah dan tidak mewajibkan.

  وَاَشَارَ ابْنُ الْمُنْذِرِ إِلَى نَقْلِ الْاِجْمَاعِ عَلَي مَا ذَكَرْتُهُ فَقَالَ كُلُّ مَنْ يَحْفَظُ عَنْهُ الْعِلْمُ مِنَ عُلَمَاءِ الْاَمْصَارِ لَا يُوجِبُ فِطْرَةً عَنِ الْجَنِينِ قَالَ وَكَانَ اَحْمَدُ يَسْتَحِبُّهُ وَلَا يُوجِبُهُ

Artinya: ”Ibnu Mundzir menukil adanya ijma atau konsensus para ulama-sebagaimana yang telah kami kemukakan-yang menyatakan bahwa para ulama amshar tidak mewajibkan zakat fitrah untuk janin. Kendati demikian Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, sunah untuk menzakati fitrah bagi janin tetapi tidak wajib,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Juz VI, halaman 105).Namun, berbeda kasus jika janin keluar di dua waktu. Yaitu, sebagian tubuhnya keluar pada saat akhir bulan Ramadan, sedang sebagian yang lain keluar pada saat sudah memasuki malam Idulfitri. Dengan kata lain, lahir secara sempurna di malam Idulfitri.Menurut penjelasan Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, jika sebagian anggota tubuh janin keluar sebelum matahari terbenam, sedang sebagian yang lain keluar setelah terbenamnya matahari pada malam Idulfitri, maka tidak wajib zakat fitrah.Artinya: ”Seandainya sebagian janin keluar sebelum terbenamnya matahari, sedang sebagiannya keluar setelah terbenamnya matahari pada malam hari raya Idulfitri, maka tidak wajib zakat fitrah. Sebab ia tetap dihukumi sebagai janin sepanjang belum sempurna keluarnya secara terpisah,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Juz VI, halaman 105).

Baca Juga

Komentar

Terpopuler