Bulan suci Ramadan merupakan sebuah momentum penting bagi umat muslim. Pada bulan ini, semua orang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan beribadah kepada Allah SWT.
Bulan Ramadan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar. Semua amal saleh yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik. Pada bulan ini umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan.
Baca juga: Ini Perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar yang Perlu DiketahuiSalah satu keistimewaan dan keutamaan Ramadan adalah di dalamnya terdapat
malam lailatul qadar. Malam ini ditunggu-tunggu oleh setiap umat Islam.
Hanya saja Rasulullah SAW tidak menjelaskan secara pasti kapan terjadi lailatul qadar. Tujuan dari perahasiaan kedatangan malam ini adalah agar umat Islam selalu beribadah dan memperbanyak amal saleh sembari berharap bertemu lailatul qadar.
Melansir dari laman NU Online, Selasa (11/4/2022), berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah disebutkan, dalam bulan Ramadan terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam yang indah itu disebut lailatul qadar atau malam kemuliaan.
Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun sampai 84 tahun. Malam indah yang lebih baik dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia dan memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri.
Syekh Muhammad Abduh memaknai kata ”al-Qadar” dengan kata ”takdir”. Ia berpendapat demikian, karena Allah s.w.t. pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya, dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar.
Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka. (Hasbi Ash Shiddieqy, 1996: 247). Kata ”al-Qadar” diartikan juga ”al-Syarf” yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran).
Maksudnya Allah s.w.t. telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam Qadar itu dan memuliakannya dengan risalah serta membangkitkannya menjadi Rasul terakhir.
Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar, bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam diturunkannya Al-Qur’an sebagai kitab suci yang terakhir.
Surat al-Qadar itu lengkapnya sebagai berikut:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بِإِذۡنِ رَبِّهِم
مِّن كُلِّ أَمۡرٖ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. al-Qadr, [97]: 1–5).
Keagungan dan keistimewaan malam Qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya Al-Qur’an (nuzulul qur'an) itu sendiri dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di dalamnya malaikat Jibril.
Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang, dengan penuh kedamaian dan kesejahteraan. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan ucapan selamat kepada orang yang melaksanakan puasa Ramadan dan melaksanakan ibadah lainnya.
Kemuliaan turunnya al-Qur’an, merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu kehidupan “Dunia Baru” yang terlepas dari kesesatan dan kezaliman, menuju kebenaran yang hakiki.
Mengenai ketentuan waktu kapan malam Qadar itu terjadi, tidak ada ketetapan secara pasti dalam tanggal-tanggal Ramadan. Akan tetapi kalau dianalisa dan difahami dari surat al-Qadr tersebut dan dikaitkan dengan ayat 185 surat al-Baqarah:
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah, 2: 185).
Dari kaitan keduanya, mudah ditarik kesimpulan, bahwa Al-Qur’an turun pada malam Qadar dan Al-Qur’an turun pada bulan Ramadan. Maka malam Qadar pun berada pada bulan Ramadan.
Dari kaitan keduanya, mudah ditarik kesimpulan, bahwa Al-Qur’an turun pada malam Qadar dan Al-Qur’an turun pada bulan Ramadan. Maka malam Qadar pun berada pada bulan Ramadan.Kajian berikutnya adalah mengenai terjadinya malam itu, pada tanggal berapa dalam bulan Ramadan? Tentang hal ini dijumpai beberapa riwayat yang satu dengan lainnya berbeda, karena itu tidak dapat dipastikan.Namun demikian, Nabi mengisyaratkan bahwa malam Qadar itu terjadi pada hari-hari sepuluh yang akhir dari bulan Ramadan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa malam yang dinantikan itu jatuh pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh hari tersebut.Menurut pandangan beberapa sahabat, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan. Pendapat itu didukung oleh Ubay Ibn Ka’ab r.a, Ibnu Abbas r.a. dan Ibnu Umar r.,a.Sebagian ulama berpendapat bahwa malam kemuliaan itu berpindah-pindah dalam sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa malam itu pasti terjadi pada salah satu tanggal dari bulan Ramadan.Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim disebutkan, bahwa malam Qadar terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Nabi s.a.w. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, ”Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Carilah malam Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir bulan Ramadan”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1878 dan Muslim: 1998).
سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda, ”siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadhan”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577).Sahabat Ibnu Umar meriwayatkan hadis yang lebih umum, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, semua malamnya bukan hanya di malam yang ganjil saja. Nabi s.a.w. bersabda:
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
”Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadan. Bila salah seorang di antaramu merasakan lemah atau lelah, maka jangan kamu kalah dalam mencarinya pada tujuh malam terakhir (bulan Ramadan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1989).Hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar menyebutkan, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w.:
سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda: ”Siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadan”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577)Ubay bin Ka’ab r.a. juga meriwayatkan bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Dari Ubay bin Ka'ab r.a. ia berkata: “Malam Qadar adalah malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadan)”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 20265).Riwayat ini didukung pula oleh hadis Zar bin Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
قَالَ أُبَيٌّ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا قَالَ شُعْبَةُ وَأَكْبَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Ubay bin Ka'ab r.a. berkata tentang malam Qadar: ”Demi Allah sungguh aku mengetahuinya, Syu'bah r.a. berkata, "Pengetahuanku yang paling utama adalah tentang suatu malam yang Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kami untuk menghidupkannya (malam Qadar) yaitu malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 2000).Kemuliaan malam Qadar banyak dijelaskan hadis Nabi s.a.w. antara lain:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَإِنَّهَا فِي وَتْرٍ فِي إِحْدَى وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ أَوْ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ أَوْ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ أَوْ تِسْعٍ وَعِشْرِينَ أَوْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ فَمَنْ قَامَهَا ابْتِغَاءَهَا إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ثُمَّ وُفِّقَتْ لَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
Dari Ubadah bin Shamit r.a. sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. mengenai malam Qadar. Rasulullah s.a.w. menjawab, ”(Ia berada) dalam bulan Ramadan, maka carilah malam tersebut pada sepuluh yang akhir, yaitu pada malam-malam ganjil; malam tanggal 21, atau 23, atau 25, atau 27, atau 29, atau malam terakhir Ramadan. Siapa yang mengerjakan ibadah (qiyam) pada malam itu dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya pada masa lalu dan masa yang akan datang”. (Hadis hasan riwayat Ahmad: 21654).Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadis dari Nabi s.a.w.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Siapa yang mengerjakan ibadah pada malam Qadar dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang berpuasa di bulan Ramadan, dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1768 dan Muslim: 1268).
Murianews, Kudus – Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam. Pada bulan Ramadan ini, umat Islam mendapat kewajiban untuk melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Bulan suci Ramadan merupakan sebuah momentum penting bagi umat muslim. Pada bulan ini, semua orang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan beribadah kepada Allah SWT.
Bulan Ramadan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar. Semua amal saleh yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik. Pada bulan ini umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan.
Baca juga: Ini Perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar yang Perlu Diketahui
Salah satu keistimewaan dan keutamaan Ramadan adalah di dalamnya terdapat
malam lailatul qadar. Malam ini ditunggu-tunggu oleh setiap umat Islam.
Hanya saja Rasulullah SAW tidak menjelaskan secara pasti kapan terjadi lailatul qadar. Tujuan dari perahasiaan kedatangan malam ini adalah agar umat Islam selalu beribadah dan memperbanyak amal saleh sembari berharap bertemu lailatul qadar.
Melansir dari laman NU Online, Selasa (11/4/2022), berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah disebutkan, dalam bulan Ramadan terdapat suatu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam yang indah itu disebut lailatul qadar atau malam kemuliaan.
Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun sampai 84 tahun. Malam indah yang lebih baik dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia dan memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri.
Syekh Muhammad Abduh memaknai kata ”al-Qadar” dengan kata ”takdir”. Ia berpendapat demikian, karena Allah s.w.t. pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya, dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar.
Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka. (Hasbi Ash Shiddieqy, 1996: 247). Kata ”al-Qadar” diartikan juga ”al-Syarf” yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran).
Maksudnya Allah s.w.t. telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam Qadar itu dan memuliakannya dengan risalah serta membangkitkannya menjadi Rasul terakhir.
Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar, bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam diturunkannya Al-Qur’an sebagai kitab suci yang terakhir.
Surat al-Qadar itu lengkapnya sebagai berikut:
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ بِإِذۡنِ رَبِّهِم
مِّن كُلِّ أَمۡرٖ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. al-Qadr, [97]: 1–5).
Keagungan dan keistimewaan malam Qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya Al-Qur’an (nuzulul qur'an) itu sendiri dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di dalamnya malaikat Jibril.
Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang, dengan penuh kedamaian dan kesejahteraan. Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan ucapan selamat kepada orang yang melaksanakan puasa Ramadan dan melaksanakan ibadah lainnya.
Kemuliaan turunnya al-Qur’an, merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu kehidupan “Dunia Baru” yang terlepas dari kesesatan dan kezaliman, menuju kebenaran yang hakiki.
Mengenai ketentuan waktu kapan malam Qadar itu terjadi, tidak ada ketetapan secara pasti dalam tanggal-tanggal Ramadan. Akan tetapi kalau dianalisa dan difahami dari surat al-Qadr tersebut dan dikaitkan dengan ayat 185 surat al-Baqarah:
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah, 2: 185).
Dari kaitan keduanya, mudah ditarik kesimpulan, bahwa Al-Qur’an turun pada malam Qadar dan Al-Qur’an turun pada bulan Ramadan. Maka malam Qadar pun berada pada bulan Ramadan.
Kajian berikutnya adalah mengenai terjadinya malam itu, pada tanggal berapa dalam bulan Ramadan? Tentang hal ini dijumpai beberapa riwayat yang satu dengan lainnya berbeda, karena itu tidak dapat dipastikan.
Namun demikian, Nabi mengisyaratkan bahwa malam Qadar itu terjadi pada hari-hari sepuluh yang akhir dari bulan Ramadan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa malam yang dinantikan itu jatuh pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh hari tersebut.
Menurut pandangan beberapa sahabat, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan. Pendapat itu didukung oleh Ubay Ibn Ka’ab r.a, Ibnu Abbas r.a. dan Ibnu Umar r.,a.
Sebagian ulama berpendapat bahwa malam kemuliaan itu berpindah-pindah dalam sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa malam itu pasti terjadi pada salah satu tanggal dari bulan Ramadan.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim disebutkan, bahwa malam Qadar terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Nabi s.a.w. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, ”Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Carilah malam Qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir bulan Ramadan”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1878 dan Muslim: 1998).
سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda, ”siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadhan”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577).
Sahabat Ibnu Umar meriwayatkan hadis yang lebih umum, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, semua malamnya bukan hanya di malam yang ganjil saja. Nabi s.a.w. bersabda:
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
”Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadan. Bila salah seorang di antaramu merasakan lemah atau lelah, maka jangan kamu kalah dalam mencarinya pada tujuh malam terakhir (bulan Ramadan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 1989).
Hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar menyebutkan, bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w.:
سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ قَالَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Aku mendengar Ibn Umar r.a. menceritakan hadis dari Nabi s.a.w. tentang malam Qadar, beliau bersabda: ”Siapa yang mau mencarinya, maka carilah ia pada malam tanggal 27 Ramadan”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 4577)
Ubay bin Ka’ab r.a. juga meriwayatkan bahwa malam Qadar jatuh pada tanggal 27 Ramadan:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Dari Ubay bin Ka'ab r.a. ia berkata: “Malam Qadar adalah malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadan)”. (Hadis Hasan, riwayat Ahmad: 20265).
Riwayat ini didukung pula oleh hadis Zar bin Hubaisy yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
قَالَ أُبَيٌّ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا قَالَ شُعْبَةُ وَأَكْبَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Ubay bin Ka'ab r.a. berkata tentang malam Qadar: ”Demi Allah sungguh aku mengetahuinya, Syu'bah r.a. berkata, "Pengetahuanku yang paling utama adalah tentang suatu malam yang Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kami untuk menghidupkannya (malam Qadar) yaitu malam tanggal dua puluh tujuh (Ramadan)”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 2000).
Kemuliaan malam Qadar banyak dijelaskan hadis Nabi s.a.w. antara lain:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَإِنَّهَا فِي وَتْرٍ فِي إِحْدَى وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ أَوْ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ أَوْ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ أَوْ تِسْعٍ وَعِشْرِينَ أَوْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ فَمَنْ قَامَهَا ابْتِغَاءَهَا إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ثُمَّ وُفِّقَتْ لَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
Dari Ubadah bin Shamit r.a. sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. mengenai malam Qadar. Rasulullah s.a.w. menjawab, ”(Ia berada) dalam bulan Ramadan, maka carilah malam tersebut pada sepuluh yang akhir, yaitu pada malam-malam ganjil; malam tanggal 21, atau 23, atau 25, atau 27, atau 29, atau malam terakhir Ramadan. Siapa yang mengerjakan ibadah (qiyam) pada malam itu dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya pada masa lalu dan masa yang akan datang”. (Hadis hasan riwayat Ahmad: 21654).
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadis dari Nabi s.a.w.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: “Siapa yang mengerjakan ibadah pada malam Qadar dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang berpuasa di bulan Ramadan, dengan iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1768 dan Muslim: 1268).